tirto.id - Indonesia mengalami deflasi year-on-year (y-on-y) atau tahunan sebesar 0,09 persen berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 3 Februari 2025. BPS juga mencatat, Indonesia mengalami deflasi bulanan atau month-to-month (m-to-m) sebesar 0,48 persen pada Februari 2025.
Deflasi tahunan yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan kejadian langka. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, kali terakhir deflasi y-on-y Indonesia terjadi pada 15 tahun yang lalu.
“Terakhir menurut catatan BPS, deflasi yoy pernah terjadi pada bulan Maret 2000, di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10 persen, di mana deflasi itu disumbang didominasi oleh kelompok bahan makanan,” kata Amalia Adininggar Widyasanti, Senin (4/3/2025) dikutip dari Antara.
Menurut BPS, deflasi y-on-y kali ini terjadi karena adanya penurunan indeks kelompok pengeluaran. Di antaranya, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 12,08 persen, serta kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,26 persen.
Komoditas yang memberikan andil/sumbangan deflasi y-on-y, antara lain: beras, tomat, cabai merah, daging ayam ras, daun bawang, jengkol, jeruk, susu bubuk untuk balita, tarif listrik, sabun cair/cuci piring, bensin, dan telepon seluler.
Apa Arti Deflasi Indonesia Februari 2025 & Dampaknya
Melansir laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (DJPB Kemenkeu), deflasi dapat diartikan sebagai fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah. Deflasi terjadi karena kekurangan jumlah uang beredar yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi turun.
Dalam artian lebih mudah, deflasi bisa didefinisikan sebagai penurunan harga barang dan jasa. Deflasi juga bisa disebut sebagai kebalikan dari inflasi. Deflasi umumnya disebabkan beberapa faktor, seperti penurunan jumlah uang beredar di masyarakat karena cenderung menyimpan uangnya di bank.
Faktor penyebab deflasi lainnya ialah berkurangnya permintaan barang, saat produksi terus meningkat atau tidak bisa dikurangi, dan masyarakat tidak lagi mengkonsumsi barang tersebut karena bosan atau membatasi pembelian. Serta perlambatan kegiatan ekonomi sehingga banyak pekerja yang terdampak karena berkurangnya penghasilan sehingga jumlah uang beredar di masyarakat pun menjadi berkurang.
Investopedia menyebut, konsumen sebenarnya diuntungkan atas deflasi, yang umumnya bersifat jangka pendek. Pasalnya, konsumen bisa mendapatkan harga barang dan jasa yang turun.
Sebaliknya, deflasi sebenarnya merupakan situasi yang berbahaya. Meningkatnya pengangguran menjadi salah satu dampak buruk tersebut. Pasalnya, Ketika harga turun, laba perusahaan juga menurun, dan beberapa perusahaan akan memangkas biaya dengan memberhentikan pekerja.
Dampak buruk lain ialah suku bunga cenderung naik pada periode deflasi, yang membuat utang menjadi lebih mahal. Konsumen dan pebisnis seringkali mengurangi pengeluaran sebagai akibatnya.
Efek dominonya, bisa juga menyebabkan spiral deflasi. Sebab, harga yang jatuh dapat mengakibatkan berkurangnya produksi. Produksi yang berkurang dapat menyebabkan upah yang lebih rendah. Upah yang lebih rendah dapat mengakibatkan penurunan permintaan. Dan penurunan permintaan dapat menyebabkan harga yang semakin rendah. Dan seterusnya. Spiral tersebut dikaitkan dengan resesi.
Contoh deflasi lebih mudah dijabarkan Bank Sentral Inggris (Bank of England). Misalnya harga suatu sepeda ialah £100. Kemudian orang-orang berharap harga sepeda itu turun menjadi £90 keesokan harinya. Orang akan menunda untuk membelinya dengan harga yang lebih murah.
Ketika harga mulai turun, orang-orang berharap harganya akan terus turun. Harapan tersebut berarti orang-orang akan menghabiskan lebih sedikit uang hari ini, dengan harapan dapat membeli dengan harga yang lebih murah di hari lain.
Jika harga turun, pebisnis akan memperoleh laba yang lebih sedikit. Dengan skema di atas, pemilik toko memperoleh keuntungan £10 lebih sedikit untuk setiap sepeda. Dan untuk menutupi kerugian, pemilik toko ini akan memangkas biaya. Salah satu pemangkasan ialah melalui pengurangan upah pekerja atau bahkan pengurangan pekerja. Kemudian, situasi itu memicu dampak buruk lainnya.
Deflasi apakah sama dengan disinflasi? Deflasi bisa didefinisikan sebagai kebalikan dari inflasi. Namun, deflasi juga tidak bisa disamakan dengan disinflasi. Sebab menurut Forbes, disinflasi sebenarnya menandakan bahwa harga masih naik. Hanya saja, lebih lambat dari sebelumnya.
Sebagai contoh, disinflasi dapat berupa perubahan dari inflasi tahunan 4% menjadi inflasi tahunan 2%. Dengan arti lain, barang yang dulu berharga $10 sekarang dijual seharga $10,20.
Sebaliknya, deflasi menggambarkan penurunan harga yang sebenarnya, bukan penurunan laju kenaikan inflasi. Dengan deflasi 2%, barang yang dulunya berharga $10 kini berharga $9,80.
Sampai Kapan Deflasi di Indonesia?
Meski deflasi y-on-y sebesar 0,09 terjadi di Indonesia, namun Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti memaparkan bahwa daya beli masyarakat relatif masih terjaga. Sebab, kontribusi deflasi tahunan 1,77 persen, berasal dari komponen harga diatur pemerintah yang mengalami deflasi sebesar 9,02 persen y-on-y.
Sedangkan dua komponen lainnya, yakni komponen inti dan komponen bergejolak (volatile), masih mengalami inflasi tahunan. Disebutkan Amalia, komponen inti masih mengalami inflasi sebesar 2,48 persen y-on-y.
“Biasanya daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti,” katanya dikutip dari Antara, Senin (4/3/2025).
“Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil (kontribusi) terhadap (nilai) inflasi (tahunan) sebesar 1,58 persen,” sambung Amalia.
Sejumlah komoditas pangan dan tembakau juga masih mengalami inflasi secara tahunan. Di antaranya seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung, bawang merah, ikan segar, minyak goreng, kopi bubuk, sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret kretek mesin (SKM).
“Komponen harga bergejolak mengalami inflasi (tahunan) sebesar 0,56 persen (yoy) dengan andil (kontribusi terhadap nilai) inflasi (tahunan) hanya sebesar 0,10 persen,” tuturnya.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro meyakini tingkat inflasi Indonesia bakal berada pada level 2,38 persen tahun 2025. Menurut Asmoro, deflasi saat ini sebagian besar disebabkan oleh faktor sementara, bukan perubahan mendasar dalam dinamika harga.
Sebagai contoh, deflasi bulanan pada Februari 2025 ditengarai karena faktor diskon 50 persen untuk listrik bagi pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya 2.200 volt ampere (VA) ke bawah, yang berlaku pada Januari-Februari 2025.
“Intervensi pemerintah, seperti diskon tarif listrik 50 persen dan pengendalian harga pangan, telah berhasil menekan inflasi. Namun, ketika kebijakan-kebijakan ini mulai berkurang, ada kemungkinan tekanan harga akan kembali muncul dalam beberapa bulan mendatang,” kata Asmo, dikutip dari Antara, Senin (4/3/2025).
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menargetkan akan mampu menjaga inflasi 2025 pada kisaran sasaran 2,5±1%. Sedangkan inflasi harga bergejolak (Volatile Food) ditarget dalam kisaran 3,0-5,0%.
tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Fitra Firdaus