tirto.id -
Pelaku dan asosiasi industri dari berbagai bidang menyampaikan respons dan dorongan terhadap pemerintah Indonesia dalam menyikapi kenaikan tarif impor yang diluncurkan Presiden AS, Donald Trump.
Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mendorong agar pemerintah Indonesia menerapkan tarif resiprokal sebagai solusi jangka pendek perdagangan yang lebih adil.
GIAMM khawatir kebijakan tarif Trump ini bakal berdampak terhadap industri komponen otomotif nasional. Mereka menilai perlu ada langkah strategis pemerintah Indonesia menyikapi situasi ini, mengingat ekspor komponen otomotif nasional ke Amerika Serikat saat ini menempati posisi kedua terbesar setelah Jepang.
"Tarif dibalas tarif. Tapi juga jangan lupa opsi lain seperti menurunkan tarif untuk produk AS agar terjadi keseimbangan,” kata Sekretaris Jenderal GIAMM Rachmat Basuki di Jakarta, dikonfirmasi Minggu (6/4/2025).
Rachmat menyoroti potensi banjir produk komponen otomotif dari Cina ke pasar Indonesia akibat kebijakan dagang AS terbaru. Sebagai solusi, selain mengenakan penyesuaian hambatan tarif, GIAMM mendorong penerapan hambatan nontarif seperti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna melindungi industri nasional dari serbuan barang impor yang tidak kompetitif secara kualitas dan harga.
“Meski ada tantangan, kami tetap optimis. Pasar Amerika masih terbuka. Selama tarif yang dikenakan terhadap Cina tidak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih punya peluang untuk bersaing,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko menyatakan kekhawatiran dampak kebijakan Trump terhadap ekspor sepatu nasional.
Eddy menjelaskan, ekspor alas kaki Indonesia ke AS sempat menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Pada 2020, nilai ekspor tercatat sebesar 1,38 miliar dollar AS, naik menjadi 2,61 miliar dollar AS pada 2022. Meski sempat turun 26 persen pada tahun 2023, ekspor kembali meningkat sebesar 24 persen pada 2024 dengan nilai mencapai 2,39 miliar dollar AS.
Namun, tambahan tarif dinilai akan menjadi pukulan berat bagi industri padat karya ini.
"AS adalah pasar ekspor alas kaki terbesar bagi Indonesia. Tarif baru ini jelas akan memberikan tekanan besar terhadap daya saing produk kita," kata Eddy dalam keterangan tertulisnya.
Aprisindo mendorong pemerintah mempercepat penyelesaian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang telah tertunda selama 9 tahun.
Perjanjian ini diyakini bisa membuka pasar alternatif dan menurunkan tarif masuk produk alas kaki Indonesia ke pasar 27 negara Uni Eropa. Menurut Aprisindo, IEU-CEPA bukan hanya menjadi strategi jangka panjang, tetapi juga solusi konkret untuk menekan ketergantungan terhadap pasar AS dan menyelamatkan industri dalam negeri.
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) turut menilai kebijakan Trump yang menaikkan tarif impor produk Indonesia ke AS akan berdampak pada penurunan utilitas industri mebel di Indonesia.
"Penurunan utilitas pada ujungnya akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja," ujar Dedy Rochimat Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) dalam keterangan tertulis, Minggu (6/4).
Saat ini pasar Amerika Serikat adalah tujuan ekspor utama Indonesia. Dari total value ekspor mebel Indonesia sebesar 2,2 miliar dollar AS, porsi ekspor ke AS mencapai 60 persen.
Dedy memperkirakan akan terjadi penurunan pada pasar ekspor ke AS yang dipastikan berdampak cukup besar bagi kelangsungan industri mebel Indonesia.
Ia menyatakan seluruh pihak harus tetap bersikap bijak dan tenang dalam menyikapi kebijakan Trump. "Walaupun tenang tapi pasti bagi pemangku kepentingan tetap harus meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak kebijakan AS," ucap Dedy.
Asmindo meminta pemerintah segera menyusun sejumlah langkah antisipasi. Dedy mendorong pemerintah Indonesia juga melakukan penyesuaian terhadap sejumlah tarif bagi impor produk dari AS.
Namun dengan tetap mempertimbangkan bahwa dampak yang ditimbulkan harus seminimal mungkin, supaya tidak menggangu hubungan bilateral dengan AS.
Pemerintah juga bisa mengoptimalkan pembukaan akses pada pasar non-tradisional yang sudah diinisiasi dalam beberapa tahun terakhir ini. Sehingga pemerintah perlu memperkuat diplomasi ekonomi untuk menurunkan sejumlah hambatan-hambatan perdagangan untuk dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan ekspor Indonesia.
"Meskipun sebenarnya pasar tradisional seperti AS dan EU masih bisa menjadi tumpuan tujuan ekspor mebel Indonesia," tutur dia.
tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Rina Nurjanah