tirto.id - Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara terjadi akibat berbagai faktor. Setelah dipimpin oleh 12 raja, kerajaan ini akhirnya runtuh, meninggalkan berbagai peninggalan sejarah.
Kerajaan Tarumanegara disebut-sebut sebagai salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada abad ke-4 Masehi, Tarumanegara menguasai wilayah di Jawa bagian barat (Sunda), termasuk Banten dan Jakarta dalam sejarah masa silam.
Puncak masa jaya Tarumanegara terjadi pada era Maharaja Purnawarman (395-434 M) yang meneruskan takhta ayahnya yakni Darmayawarman. Adapun raja terakhir yang memimpin sebelum keruntuhan Kerajaan Tarumanegara adalah Linggawarman.
Penyebab Keruntuhan Tarumanegara
Dalam Tarumanagara: Latar Sejarah dan Peninggalannya (1991), Hasan Djafar menerangkan, sejarah runtuhnya Kerajaan Tarumanegara mulai tercium saat muncul benih-benih perpecahan pada era pemerintahan Kertawarman (561-628 M).
Beberapa negeri taklukan tidak percaya dengan kemampuan Raja Kertawarman dalam memimpin pemerintahan dan mengelola wilayah kekuasaan Tarumanegara yang amat luas.
Munculnya beberapa kerajaan pesaing juga menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya Kerajaan Tarumanegara. Ancaman mulai datang dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, dan beberapa kerajaan di Nusantara lainnya.
Kerajaan Tarumanegara akhirnya bubar setelah wafatnya Raja Linggawarman (666-669 M). Linggawarman tidak memiliki anak laki-laki, melainkan dua anak perempuan yang bernama Manasih dan Subakancana.
Pada 669 M, takhta Tarumanegara diwariskan kepada menantu Linggawarman yakni Tarusbawa yang tidak lain adalah suami Manasih. Di sinilah riwayat keruntuhan Tarumanegara benar-benar terjadi.
Setahun setelah naik takhta, Tarusbawa justru memindahkan pusat pemerintahan dan mengubah nama Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda pada 670 M. Situasi ini dimanfaatkan oleh Wretikandayun untuk melepaskan wilayahnya dari cengkeraman Tarumanegara.
Wretikandayun adalah pemimpin Kerajaan Kendan sejak 612 M. Kerajaan Kendan saat itu merupakan salah satu wilayah taklukan Tarumanegara.
Tahun 670 M, atau bertepatan dengan didirikannya Kerajaan Sunda oleh Tarusbawa, Wretikandayun juga mendeklarasikan terbentuknya Kerajaan Galuh di tanah Pasundan.
Herlina Lubis dan kawan-kawan melalui penelitian berjudul “Rekonstruksi Kerajaan Galuh Abad VII-XV” dalam jurnal Paramita (Volume 26, 2016) menerangkan, Kerajaan Sunda berpusat di Bogor, sedangkan Kerajaan Galuh beribukota di Ciamis.
Nantinya, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dipersatukan oleh Jayadéwata dengan gelar Sri Baduga Maharaja (1482-1521). Pada masa Sri Baduga Maharaja, gabungan Kerajaan Sunda dan Galuh dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran.
Itulah mengapa keruntuhan Kerajaan Tarumanegara menjadi cikal-bakal berdirinya kerajaan-kerajaan di Parahyangan.
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Peninggalan setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanegara mencakup naskah dan juga prasasti, yakni sebagai berikut.
1. Naskah Wangsekerta
Isinya meliputi beberapa tulisan, yakni Carita Parahyangan, Nagarakrebhumi, Pustaka Dwipantaraparwa, Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa, dan Pustaka Rajya-rajya Bhumi Nusantara.
2. Prasasti Ciaruteun
Terdapat gambar laba-laba dan pahatan kaki yang mendeskripsikan kekuasaan Purnawarman. Lalu, ada tulisan aksara Pallawa yang berbahasa Sanskerta sebagai jabaran lengkap mengenai gambar yang terdapat di prasasti ini.
3. Prasasti Jambu
Sering disebut juga sebagai Prasasti Koleangkak karena ditemukan di Bukit Koleangkak (Subang). Sama seperti Ciareteun, terdapat pahatan sepasang telapak kaki Purnawarman yang menandakan daerah tersebut adalah wilayah kekuasannya.
4. Prasasti Kebon Kopi
Sama seperti Prasasti Jambu, pada Prasasti Kebon Kopi juga terdapat gambar telapak kaki dan tulisan beraksara Pallawa bahasa Sanskerta. Hal ini menegaskan penguasaan atas wilayah tersebut.
5. Prasasti Muara Cianten
Tulisan dari aksara ikal atau Sangkha yang tercantum di prasasti belum dapat dibaca hingga kini. Ukurannya terlalu besar untuk dipindahkan sehingga kini masih berada di tempat penemuannya, yakni tepi Sungai Cisadane yang jaraknya sekitar 50 meter dari muara Kali Cianten, Bogor.
6. Prasasti Pasir Awi
Tanpa aksara, batu ini hanya dipahat dengan berbagai gambar, mulai dari dahan, daun, ranting, hingga buah. Roger Diederik Marius Verbeek, geolog dan ilmuwan Belanda, mengungkapkan bahwa prasasti ini adalah wujud penggambaran tanggal.
7. Prasasti Cidanghiyang
Batu tertulis yang ditemukan pada 1947 ini menjadi catatan sejarah penting mengenai kekuasaan Tarumanegara di wilayah Banten pada era Purnawarman.
8. Prasasti Tugu
Menjelaskan keterangan dua proyek besar yang pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman, yakni pembuatan baru Sungai Gomati yang nantinya dikeruk pada masa Purnawarman.
Daftar Raja Tarumanegara
Sebelum keruntuhan Kerajaan Tarumanegara, terdapat 12 raja yang memimpin. Simak selengkapnya.
- Jayasingawarman (358-382)
- Dharmayawarman (382-395)
- Purnawarman (395-434)
- Wisnuwarman (434-455)
- Indrawarman (455-515)
- Candrawarman (515-535)
- Suryawarman (535-561)
- Kertawarman (561-628)
- Sudhawarman (628-639)
- Hariwangsawarman (639-640)
- Nagajayawarman (640-666)
- Linggawarman (666-669)
tirto.id - Edusains
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Nisa Hayyu Rahmia