Lebih dari Sekadar Kewajiban, THR Suntikan Energi bagi Ekonomi

20 hours ago 8

tirto.id - Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak pekerja yang tidak bisa diganggu gugat. THR bukan sekadar tradisi tahunan, namun kewajiban hukum yang wajib dipenuhi oleh pengusaha atau perusahaan. Saban tahun, polemik pembayaran THR memang selalu muncul. 2025 tidak berbeda, bahkan potensi pelanggaran pemberian THR lebih mengkhawatirkan.

Pasalnya, kelesuan ekonomi dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor menjadi dalih bagi sejumlah perusahaan untuk menghindari kewajiban ini. Pemerintah memang sudah menetapkan aturan jelas mengenai THR. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nomor 6 tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Tahun ini, Kemnaker menegaskan lagi lewat Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 yang mengatur tentang pemberian THR bagi pekerja atau buruh perusahaan swasta.

Tak hanya pekerja swasta, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar pembayaran THR bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diberikan paling lambat tujuh hari sebelum Idulfitri 1446 Hijriah. Khusus tahun ini, korporasi penyedia jasa transportasi dan pengiriman daring juga diminta memberikan bonus hari raya (BHR) untuk pengemudi dan kurir yang menjadi mitra kerja.

Artinya, pengusaha dan instansi pemerintah wajib membayar THR sesuai hak yang diterima pekerja dan tepat waktu, tanpa alasan apa pun. Namun, realitas di lapangan sering kali tidak sejalan.

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menilai kelesuan ekonomi dan gelombang PHK bisa membuat pelanggaran THR tahun ini berpotensi meroket. Ketika permintaan barang tengah lesu sampai membuat kondisi perusahaan tak membaik, pasti akan terjadi kondisi yang bisa membuat perusahaan kesulitan membayar THR.

“Tapi bagaimanapun juga, THR merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan oleh perusahaan,” tegas Huda kepada wartawan Tirto, Selasa (18/3/2025).

Pemberian THR, kata Huda, di satu sisi akan meningkatkan beban perusahaan. Akan tetapi, THR mampu meningkatkan permintaan rumah tangga secara agregat. Alhasil dapat terjadi perputaran uang yang lebih cepat di dunia bisnis.

Secara agregat dunia bisnis dapat diuntungkan ketika uang yang berputar lebih cepat. Maka THR yang dikeluarkan perusahaan bakal kembali lagi ke dunia bisnis, terutama pada daerah tujuan mudik.

Huda menilai, tugas pemerintah sejatinya memastikan perusahaan membayar THR pekerja secara tepat waktu. Sebab ketika dibayarkan tepat waktu dan sesuai kepatuhan peraturan, daya beli tenaga kerja berpotensi ditingkatkan.

“Maka permintaan konsumsi secara agregat juga akan meningkat,” ungkap Huda.

Di tengah kondisi ekonomi yang lesu, THR tak sekadar tambahan pendapatan bagi pekerja. THR menjadi penyelamat banyak keluarga untuk bisa merayakan hari raya dengan layak. Bagi sebagian besar buruh, gaji bulanan saja sudah pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari.

Kehadiran THR memberi ruang lebih lega, memungkinkan buruh membeli kebutuhan pokok, membayar utang, atau sekadar memberikan kebahagiaan bagi keluarga di kampung.

Peneliti Bidang Ekonomi dari The Indonesian Institute (TII), Putu Rusta Adijaya, merasa saat ini sudah banyak dugaan perusahaan yang tidak memberikan THR bagi pekerjanya. Selain faktor kelesuan ekonomi, Rusta menilai hal tersebut turut dipicu manajemen perusahaan yang bermasalah. Sehingga berimbas pada potensi perusahaan menunda hingga mencicil THR.

Belum lagi, ormas yang meminta THR kepada perusahaan. Hal itu jelas praktik yang tidak beretika dan menentang kebebasan ekonomi orang lain dan melanggar hukum.

“Dengan kata lain, ormas-ormas yang meminta THR kepada perusahaan ini mengambil hak THR karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Perusahaan juga jadi yang kena getahnya,” ucap Rusta kepada wartawan Tirto, Selasa.

Ia mengingatkan, kepatuhan pembayaran THR membuat roda perekonomian daerah terus berputar. THR akan menjadi stimulus pekerja untuk belanja. Baik konsumsi ritel, makanan, transportasi, komunikasi, akomodasi, hingga pariwisata.

Saat pekerja mampu belanja dan memanfaatkan dana dari THR, akan ada perputaran uang pada UMKM daerah maupun sektor pendorong ekonomi daerah.

Di sisi lain, bagi mayoritas masyarakat kelas menengah dan kelas bawah, THR bukan hanya hak, tetapi juga bagian dari strategi finansial mereka. Misalnya, THR akan digunakan untuk membayar utang, mudik lebaran, membiayai pendidikan anak, pengeluaran rumah tangga, dan mengisi tabungan.

“Oleh karena itu, kepastian THR bisa menjadi bantal lapisan finansial dan juga garda dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tutur Rusta.

Tantangan Pembayaran THR

Menurut catatan Kemnaker, jumlah pelanggaran THR 2024 merosot jika dibandingkan 2023. Pada 2023 tercatat 2.369 pengaduan THR, menurun menjadi 1.539 pengaduan pada 2024. Sementara perusahaan yang diadukan tahun lalu sebanyak 965. Demografis perusahaan yang diadukan paling banyak dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Jenis laporan paling banyak adalah THR tidak dibayarkan, dengan jumlah 929. Kedua, THR tidak dibayarkan sesuai ketentuan dengan 383 aduan, serta THR yang telat dibayar dengan 227 aduan.

Tahun ini potensi pelanggaran memang diprediksi kembali meningkat. Berbagai perusahaan menghadapi tekanan besar akibat permintaan yang melemah dan biaya operasional yang meningkat. Situasi tersebut diperparah dengan badai PHK kepada ribuan pekerja.

Mengacu catatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sepanjang Januari-Februari 2025 sedikitnya ada 49.843 pekerja/buruh yang terkena PHK. Mereka berasal dari sekitar 40 perusahaan yang tersebar di berbagai daerah. Jumlah PHK terbanyak dilakukan PT Sritex imbas pailit dengan jumlah 10.665 pekerja. Disusul oleh PT Karya Mitra Budi Sentosa yang melakukan PHK kepada 10.000 pekerja karena pailit pula.

Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai tingkat kepatuhan perusahaan membayar THR di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kondisi perekonomian. Seperti pada Lebaran 2022 yang mana pada satu tahun sebelumnya kondisi perekonomian masih lemah, tingkat kepatuhan berada di 78 persen. Lalu di lebaran 2023 ketika dalam satu tahun terakhir terjadi booming permintaan pascapandemi dan kenaikan harga komoditas ekspor, tingkat kepatuhan naik menjadi 92 persen.

Pembagian THR untuk warga dari hasil usaha BUMDESWarga menunjukan uang tunjangan hari raya (THR) yang diberikan oleh pemerintah desa di Kantor Desa Wunut, Tulung, Klaten, Jawa Tengah, Selasa (18/3/2025). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho.

Tingkat kepatuhan sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan berbeda di setiap daerah dan sektor industri. Tetapi indikator sekilas yang bisa menjadi acuan adalah pertumbuhan penerimaan PPh Badan setahun terakhir. Maka menjadi mengkhawatirkan, sebab realisasi penerimaan perpajakan 2024 menampilkan pertumbuhan penerimaan PPh Badan yang jauh dari target. Bahkan tumbuh negatif yakni -18,1 persen lebih rendah dari 2023.

Kondisi itu berlanjut dengan data realisasi Januari hingga Februari 2025 yang hanya 39,8 triliun. Lebih rendah dari periode yang sama di tahun lalu yang mencapai 49,3 triliun. Maka alih-alih tumbuh, satu tahun terakhir kondisi perusahaan-perusahaan di Indonesia umumnya cenderung tidak membaik dan bahkan memburuk.

“Ini yang sangat mungkin membuat tingkat kepatuhan THR bisa lebih rendah dari tahun lalu dan bahkan mendekati level saat pandemi,” ucap Andri kepada wartawan Tirto, Selasa.

Namun, kondisi itu tidak boleh menjadi pembenaran mengabaikan hak pekerja. Pengusaha dan korporasi harus memahami kesejahteraan pekerja adalah bagian keberlanjutan bisnis. Ketika pekerja diperlakukan dengan adil, produktivitas akan meningkat, loyalitas terjaga, dan stabilitas sosial jauh lebih baik.

Pemerintah harus tegas. Tidak boleh ada toleransi bagi perusahaan yang melanggar aturan pemberian THR. Sanksi administratif dan denda harus ditegakkan tanpa kompromi. Jika ada perusahaan yang benar-benar mengalami kesulitan, mekanisme bantuan atau keringanan bisa diberikan. Namun, jangan sampai menjadi celah perusahaan menghindari kewajiban.


tirto.id - News

Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |