tirto.id - Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih disebut dapat membuka lapangan pekerjaan baru, yang akan melibatkan pensiunan sampai sarjana yang masih menganggur. Menurut Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, pembukaan lapangan kerja baru ini akan lebih mudah terealisasi karena Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan koperasi yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah.
“Koperasi Merah Putih jadi ini bukan milik orang per orang, tapi milik pemerintah. Jadi, program Bapak Presiden (Prabowo Subianto) sangat mulia. Mesti kita kawal betul,” ujar Yandri di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Ia kemudian menceritakan bahwa sampai saat ini jumlah pensiunan dan pengangguran lulusan sarjana masih menjadi kendala di Indonesia, khususnya di desa-desa. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga akhir Desember 2024 ada sebanyak 28,94 juta peserta dana pensiun. Artinya, setidaknya ada sekitar 28,94 juta orang pensiunan yang ada di seluruh Indonesia.
Sementara itu, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2024 jumlah sarjana menganggur mencapai 842,38 ribu orang. Jumlah ini termasuk lulusan D4, S1, S2, dan S3.
“Kami melihat adanya keterbatasan SDM di desa-desa. Ini sudah kami sampaikan saat rapat Satgas (Satuan Tugas) Koperasi,” imbuh Yandri.
Karenanya, dia meminta kepada para kepala desa untuk untuk mendata pensiunan dan sarjana asal desa mereka yang masih menganggur. Pendataan ini juga termasuk juga untuk orang-orang yang telah berpindah dari desa ke kota, namun belum juga memiliki pekerjaan. Mereka yang telah bedol desa, diharapkan dapat balik kampung untuk memajukan desa melalui operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
"Jadi, SDM-nya (Sumber Daya Manusia) akan kita utamakan dari desa setempat yang mungkin berada di kota. Sarjana nganggur di kota, mungkin bisa kita minta pulang untuk kita latih menjadi manajer atau pelaksana Koperasi Merah Putih. Jadi, SDM kita utamakan warga atau penduduk dari desa itu, di kota atau tenaga kerja profesional,” jelasnya.
Sementara itu, untuk pensiunan, kesempatan kerja lebih diutamakan bagi mereka yang memiliki latar belakang profesional, seperti mantan pegawai bank atau tenaga ahli lainnya. Dus, diharapkan dapat aktif mengawal jalannya operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
“Kita akan latih, termasuk pensiunan. Mungkin di desa itu ada pensiunan bank, atau pensiunan tenaga profesional lain. Itu bisa menjadi sumber utama SDM untuk mengawal dan menjalakan Koperasi Merah Putih,” sambung Yandri.
Lebih lanjut Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop), Fery Juliantono, menjelaskan setidaknya ada 8 juta tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengelola 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di seluruh pelosok Indonesia. Total tenaga kerja tersebut berasal dari asumsi 100 tenaga kerja yang akan mengelola tiap Koperasi.
"Jadi 80 ribu kali 10 itu sudah 800 ribu, itu kalau 100 orang kan sudah 8 juta tenaga kerja produktif," katanya, saat ditemui wartawan, di Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/4/2025).
Meski begitu, angka berbeda keluar dari mulut Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop, Herbert Siagian. Menurutnya, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih akan membuka sekitar 1,2 juta tenaga kerja.
Asumsi tersebut berasal dari setidaknya 6 gerai yang akat dibangun sebagai gurita bisnis Koperasi Desa/Keluarahan Merah Putih. Dus, ada sekitar 480 ribu gerai yang terbuka.
"Mungkin di desa itu ada pensiunan bank, atau pensiunan tenaga profesional lain. Itu bisa menjadi sumber utama SDM untuk mengawal dan menjalakan Koperasi Merah Putih."
Mendes PDT, Yandri Susanto
“Yang kalau setiap gerai aja butuh 2 orang tenaga kerja, itu kan hampir sejuta lah yang mengelola gerai. Apakah gerai itu gerai yang nanti ada gerai sembako, gerai apotek, klinik, gerai simpan pinjam, kantor koperasinya sendiri. Kemudian, di samping 6 gerai pokok ini, di sampingnya ada gerai-gerai yang sifatnya opsional atau situasional berdasarkan kebutuhan lokal di desa,” terang Herbert dalam Konferensi Pers Keterlibatan Lembaga Penjamin Daerah untuk menjamin pembiayaan dalam pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, di Kantor Kemenkop, Rabu (16/4/2025).
Pembukaan gerai ini merupakan salah satu amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, di mana ada tujuh kegiatan usaha yang dijalankan Koperasi: kantor koperasi, gerai sembako, gerai simpan pinjam, klinik, apotek, gerai pergudangan/cold storage, dan gerai logistik.
Ilustrasi Koperasi Desa Merah Putih. tirto.id/iStockphoto
“Memang saya tidak mengatakan mekanismenya seperti apa, belum. Tapi, secara logika pasti akan dibutuhkan orang dalam penciptaan dan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih atau sesaat setelah pembentukan. Karena saat ini sampai bulan Juli, kita masih dalam proses pembentukan nanti setelah aktivasi Koperasi, pasti akan dibutuhkan banyak orang,” papar Herbert, sembari menjelaskan bahwa syarat tenaga kerja koperasi dan jumlah pasti tenaga kerja yang terlibat baru dapat diungkap setelah operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih setelah Juli 2025.
Di luar tenaga kerja tersebut, ada pula tenaga kerja Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang terdiri dari 5 orang pengurus dan 3 orang pengawas. Hal ini sesuai dengan standar koperasi, di mana ada 3 unsur pengurus: pengurus, pengawas, dan anggota.
“Sebuah koperasi memiliki tiga unsur SDM pengurus, pengawas, anggota. Koperasi Desa Merah Putih itu mempunyai 5 orang pengurus, tiga orang pengurus, anggota ya sebanyak-banyaknya,” sambung Herbert.
Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Payaman Simanjuntak, menilai jika 80 ribu unit Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini dapat menggerakkan 480 ribu gerai yang ada, niscaya kesempatan kerja bakal langsung terbuka.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mengefektifkan kerja 80 ribu unit Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini. Sebab, ratusan ribu yang ada saat ini bahkan tak ada kabarnya.
“Berapa triliun dana yang disalurkan kepada koperasi masa lampau tidak bisa dikembalikan sehingga telah diputihkan atau dihapuskan?” ujarnya, merujuk kepada Program Koperasi Unit Desa (KUD) yang nasibnya tak jelas kini.
Menurut Payaman, masalah koperasi di Indonesia bukan dari sisi modal. Alih-alih terus-menerus mendapat suntikan modal dari pemerintah, koperasi justru harus bisa memobilisasi dan menghimpun dana masyarakat yang menjadi anggotanya.
Sudah menahun, masalah koperasi Indonesia terletak pada ketidakmampuan pemimpinnya dalam mengelola usaha. Banyak koperasi yang tidak mampu mengembangkan usahanya sehingga rugi yang didapat, bukan untung yang dikantongi.
“Sementara dana yang terhimpun dan pinjaman dari bank habis (untuk) membayar gaji, kemudian mati, atau tutup,” sambung Payaman.
Layanan Toko Serba Ada (Toserba). (FOTO/dok. ANJ)
Selain itu, dari awal konsep pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga dinilai sudah menyalahi aturan bisnis perkoperasian. Belum lagi, sumber daya finansial yang dijanjikan pemerintah untuk menyokong operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga belum jelas. Dengan kondisi ini, harapan untuk menciptakan jutaan lapangan kerja baru pun menjadi sulit untuk diwujudkan.
“Jadi dari aspek konsep saja masih berantakan seperti itu. Bagaimana mau kita harapkan bisa merekrut tenaga kerja sebanyak itu? Jadi, pemerintah ini jangan menginjak langit lah. Intinya, tidak usah diglorifikasi gitu, bahwa ide-ide ini akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan besar (ketenagakerjaan),” ucap Pakar Perkoperasian, Suroto, kepada Tirto, Rabu (16/4/2025).
Sebagai unit bisnis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih seharusnya diperlakukan sebagaimana mestinya bisnis koperasi berjalan. Artinya, jika pemerintah ingin menciptakan bisnis yang berkelanjutan, operasional koperasi seharusnya berasal dari prakarsa masyarakat bukannya terus-terusan dicekoki duit negara.
"Jadi dari aspek konsep saja masih berantakan seperti itu. Bagaimana mau kita harapkan bisa merekrut tenaga kerja sebanyak itu?"
Suroto - Pakar Perkoperasian
Menurut Suroto, konsep bisnis ini memang akan membuat koperasi bertambah sedikit. Namun, koperasi yang bertahan itu lah yang benar-benar memiliki kualitas dan kinerja apik.
“Tren koperasi dunia itu yang jelas jumlah koperasi itu semakin berkurang. Mereka melakukan konsolidasi, merger, kayak gitu, kan. Nah, supaya apa? Supaya semakin efektif, efisien. Itulah yang membuat koperasi itu mampu menampung tenaga kerja, me-leverage modal, kan gitu,” imbuh dia.
Hal ini pun diamini Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Mohammad Faisal. Menurutnya, sebagai unit usaha operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih harus memegang prinsip-prinsip profesionalitas. Sehingga, operasional didasarkan pada tujuan untuk mendapat profitabilitas atau keuntungan. Kendati, pengelolaan dilakukan secara kebersamaan.
“Jadi untuk kepentingan bersama, profitnya juga untuk kepentingan bersama, bukan untuk segelintir orang atau pemilik. Jadi itu dulu. Karena ini menjadi penting, apalagi kalau ingin melihat pengalaman. Koperasi selama ini, itu satu hal yang kurang ya dalam pengembangan koperasi, yang sehingga seringkali gagal, karena mengandalkan jadinya adalah bantuan dari pemerintah,” kata dia, kepada Tirto, Rabu (16/4/2025).
Banyak fraud seperti kredit macet hingga korupsi terjadi sebagai akibat dari salah tata kelola koperasi. Karena itu, pemilihan tenaga kerja, baik itu pengurus maupun pengawas koperasi menjadi penting untuk mempertimbangkan kemampuan analisis atau mitigasi risiko bisnis. Artinya, orang-orang yang menjabat sebagai para petinggi Koperasi Desa/Keluaran Merah Putih juga harus dipastikan memiliki mindset bisnis.
“Bukan birokrasi, bukan juga orang yang tidak punya mindset bisnis, yang tahunya cuman kerja atau administrasi saja, gitu. Nah itu yang menjadi penting terutama, apalagi tadi kalau tujuannya adalah untuk meningkatkan akses pemasaran produk hasil pertanian. Nah, kan meningkatkan akses pemasaran produk pertanian, hasil pertanian kan berarti dia harus betul-betul punya prinsip bisnis,” jelas Faisal.
Dengan pola pikir bisnis tersebut, tenaga kerja-tenaga kerja Koperasi Desa/ Kelurahan Merah Putih dinilai dapat efektif meningkatkan keuntungan dari perluasan hasil pemasaran. Keuntungan itulah yang nantinya dapat mensejahterakan kehidupan para anggota Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
“Nah dan tentu saja sistem pengawasan, ya, dan juga monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaanya menjadi sangat penting. Mana yang bisa jalan, mana yang tidak jalan, mana yang bisa ditingkat. Mana yang memang tidak bisa ditingkatkan, itu kan memang perlu terus dipantau. Nah, apalagi kalau kemudian pakai dana APBN,” tukas Faisal.
tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Rina Nurjanah