tirto.id - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) memandang Peraturan Kepolisian Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Terhadap Orang Asing melampaui batas kewenangan institusi kepolisian. Aturan yang dirilis 10 Maret 2025 lalu tersebut menjadi ancaman besar bagi kebebasan pers dan demokrasi yang dijamin oleh konstitusi.
Salah satu ketentuan dalam kebijakan ini adalah mewajibkan jurnalis asing memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk dapat melakukan kerja-kerja jurnalistik di Indonesia.
Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menilai Perpol No 3/2025 merupakan bentuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran.
Selama ini, kata dia, perizinan kerja-kerja jurnalis asing telah memiliki kerangka hukum yang jelas.
“Yakni, di bawah kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang Kementerian Komunikasi dan Digital) dan pengawasan dilakukan oleh Dewan Pers," kata Nany dalam keterangan tertulis, Senin (7/4/2025).
Dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia: perizinan kegiatan kerja-kerja pers dan jurnalis asing merupakan kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika yang sekarang menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital.
Pengaturan terkait Pers Asing juga telah diatur dalam UU Pers di mana pengawasan dilakukan oleh Dewan Pers yang berisi komponen perwakilan pers dan masyarakat sipil.
“Kepolisian tidak memiliki mandat hukum dalam mengatur kerja jurnalistik, baik terhadap jurnalis nasional maupun asing,” tegas Nany.
Pengambilalihan otoritas yang tercermin dalam Perpol 3/2025 ini menjadi bentuk pelemahan sistemik dalam kerja-kerja jurnalistik dan independensi pers.
Tak hanya itu, kata dia, aturan itu juga berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang menjadi celah penyalahgunaan wewenang. Serta bisa digunakan secara bebas untuk membenarkan tindakan penghalangan-halangan kerja jurnalistik dengan dalih aktivitas ilegal.
KKJ – terdiri dari 11 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil – mendesak agar Kapolri mencabut atau menghapus Pasal 5 Ayat (1) dalam Peraturan Kepolisian Nomor 3 Tahun 2025, yang mewajibkan surat keterangan kepolisian bagi jurnalis asing yang melakukan peliputan di Indonesia.
Selain itu, Pemerintah Indonesia diminta tidak menerbitkan peraturan-peraturan lainnya yang mengancam kerja-kerja jurnalistik dan kebebasan pers.
“Kebijakan ini menjadi langkah mundur dalam upaya memperjuangkan pers yang independen dan berintegritas di Indonesia," ungkap Nany.
Respons Polri
Polri membantah mewajibkan jurnalis asing yang akan meliput di Indonesia memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK). Aturan itu sebelumnya menjadi kontoversi karena tertuang dalam salah satu pasal di Perpol Nomor 3 Tahun 2025.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, menyatakan bahwa SKK hanya dikeluarkan apabila diminta oleh pihak penjamin dari jurnalis asing tersebut. Jika tidak dimintakan, Polri tak mewajibkannya sebagai syarat jurnalis asing menjalankan tugas peliputan di Indonesia.
"Jadi, pemberitaan terkait dengan kata-kata wajib [membuat SKK] tidak sesuai karena dalam Perpol tidak ada kata WAJIB, tetapi SKK diterbitkan berdasarkan permintaan penjamin," kata Sandi dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Kamis (3/4/2025).
Lebih lanjut, Sandi menjelaskan bahwa hal tersebut tertuang dalam Pasal 8 Ayat 1 Perpol Nomor 3/2025 yang berbunyi, “Penerbitan Surat Keterangan Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 Huruf b diterbikan berdasarkan permintaan penjamin.”
"Tanpa SKK, jurnalis asing tetap bisa melaksanakan tugas di Indonesia sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penerbitan SKK, yang berhubungan dengan Polri adalah pihak penjamin, bukan WNA/jurnalis asingnya," ucap Sandi.
tirto.id - Politik
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz