Mengkaji Usulan Amphuri agar BPKH Diubah Menjadi Bank Haji

4 hours ago 7

tirto.id - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengusulkan agar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diubah menjadi Bank Haji Indonesia. Sehingga, nantinya BPKH tak hanya mengelola dana setoran haji, tetapi juga mengelola dana masyarakat seperti bank syariah yang selama ini telah ada di tanah air.

Wacana tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) Amphuri, Zaky Zakariya Anshari, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para ketua asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah haji lainnya dan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).

Dengan bertransformasi menjadi Bank Haji, sama halnya dengan bank syariah, BPKH juga dapat mendulang keuntungan yang fantastis dari pengelolaan dana masyarakat. Dengan keuntungan dari kelolaan dana tersebut, diharapkan dapat menurunkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) secara signifikan atau bahkan menjadikannya gratis.

“Maksud di sini adalah barangkali ke depan ada wacana BPKH menjadi Bank Haji Indonesia. Taruhlah seperti Mandiri, BCA, gitu kan keuntungan tahunannya sampai Rp50 triliun, BNI di atas Rp20 triliun. Barangkali Bank Haji Indonesia ke depan bisa itu, mungkin Bipih jangan-jangan bisa gratis, bisa lebih turun lagi gitu, ya,” kata Zaky.

Selain menjadikan BPKH sebagai Bank Haji Indonesia, Amphuri juga menyarankan agar pengelolaan dana haji dapat dilelang ke seluruh bank syariah dan lembaga keuangan syariah, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dus, diharapkan dapat meningkatkan nilai manfaat dana haji lebih tinggi dari 4 persen.

“Siapa saja yang mampu meningkatkan nilai manfaat ini juga mungkin perlu dipertimbangkan. Mungkin kita tidak tahu, barangkali ada lembaga keuangan atau bank syariah lainnya yang mampu meningkatkan nilai manfaat lebih dari 4 persen,” kata Zaky.

Menanggapi usulan tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI, M. Husni, menilai, usul menjadikan BPKH sebagai Bank Haji Indonesia patut dijajaki, bila ke depan pengelolaan dana haji oleh lembaga tersebut tak kunjung membaik. Politikus Partai Gerindra itu menyoroti investasi yang dilakukan BPKH, di mana lebih dari 70 persen di antaranya merupakan investasi tidak langsung.

“Bisa jadi, kalau begini-begini saja, kira-kira begitu lah ya, pengelolaan BPKH mungkin 2028-2029 dia mundur terus. Saya selalu mengatakan kepada BPKH, kalian manajemen-manajemen ekor tikus. Ekor tikus itu ujungnya lebih tebal, lama-lama hilang. Jadi usul itu kalau menurut saya seru, ya. Kalau (BPKH) tidak mampu, setop aja. Ganti aja sama Bank Haji,” tegas Husni, dalam kesempatan yang sama.

Meski begitu, BPKH melaporkan, dana kelolaan sepanjang 2024 mencapai Rp171,65 triliun atau 101 persen di atas target, yang senilai Rp169,95 triliun. Selain itu, nilai manfaat dari pengelolaan investasi dana haji juga tumbuh positif melampaui target sebesar Rp11,52 triliun, menjadi Rp11,56 triliun.

Menurut Kepala BPKH, Fadlul Imansyah, peningkatan dana kelolaan dan juga nilai manfaat ini tidak terlepas dari strategi pengelolaan dana yang dilakukan dengan penuh kehati-hatian (prudent) dan terencana baik dalam penempatan investasi. Selain itu, ada pula diversifikasi investasi yang dilakukan BPKH, termasuk penempatan dana di sektor-sektor yang aman dan memiliki tingkat optimalisasi yang tinggi dan tetap memegang prinsip syariah.

“Harapannya, ke depan BPKH akan terus melakukan evaluasi terhadap portofolio investasi agar tetap sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan syariah, sehingga dapat memberikan nilai manfaat yang optimal bagi jemaah haji Indonesia,” kata Fadlul, dikutip dari keterangan resminya, Kamis (6/3/2025).

Dengan kinerja positif tersebut, BPKH lantas membidik dana kelolaan sebesar Rp188,86 triliun, dengan nilai manfaat mencapai Rp12,89 triliun.

“Distribusi nilai manfaat ke jemaah haji tunggu pada 2025 ditargetkan sebesar Rp4,4 triliun. Namun, angka ini akan mengalami perubahan setelah disesuaikan dengan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” imbuhnya.

Untuk mencapai target tersebut, sekitar 5 persen dari dana kelolaan akan ditempatkan pada investasi langsung, selain juga mengelola dana lewat bisnis yang dijalankan BPKH Limited. Kemudian, BPKH masih mengelola sekitar 70 persen dana haji dengan mengandalkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Sayangnya, sampai berita ini ditulis, BPKH belum merespons usulan Amphuri untuk mengubah BPKH menjadi Bank Haji untuk meningkatkan nilai manfaat dana kelolaan, sehingga dapat menurunkan biaya haji. Kendati, sebelumnya Fadlul mengatakan, pihaknya menyambut baik usulan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang menyarankan BPKH untuk menempatkan dana tabungan haji ke Bank Emas alias Bullion Bank.

“Kami menyambut baik intinya. Kalau emang ada usulan, nanti kita ikut sesuai arahan,” kata dia, kepada awak media, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Namun, menurut Fadlul, rencana pemanfaatan bank emas sebagai tempat pengelolaan tabungan haji perlu pembahasan lebih lanjut. Sebab, sampai saat ini, BPKH sudah memiliki portofolio investasi emas sebagai penempatan dana kelolaan.

“Di kami ada alokasinya untuk portofolio emas. Ya, intinya baru sampai ke situ si tahapannya,” kata dia.

Sementara itu, Praktisi Pelayanan Ibadah Haji dan Umrah, Ade Marfuddin, menilai bahwa pemerintah dapat mengeksekusi usul Amphuri untuk menjadikan BPKH sebagai Bank Haji. Sebab, menurutnya saat ini lembaga tersebut sudah banyak keluar dari tugas dan fungsinya sebagai badan pengelola keuangan haji. Dalam hal ini, BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji, yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.

Alih-alih mengelola dana haji, yang dilakukan BPKH semata hanya menerima dan menyalurkan dana haji saja. Hal tersebut terlihat dari dana kelolaan serta nilai manfaat yang masih minim, serta masih mahalnya biaya haji yang harus dibayar calon jemaah.

“Dan kalau tugasnya itu kan gampang. Tapi, yang diamanatkan adalah nilai investasi yang perlu investasikan, sehingga terjadi pemanfaatan lebih besar dan itu kepada sektor syariah. Nah, sekarang dananya itu diinvestasikan kan di sukuk-sukuk syariah. Itu juga kita tidak tahu sukuknya apa,” ujar Ade, saat dihubungi Tirto, Kamis (6/3/2025).

Ia ragu karena tidak adanya transparansi dari BPKH terkait di mana sukuk-sukuk tersebut ditempatkan, apakah memang digunakan untuk membiayai proyek-proyek syariah atau sekadar digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, pembangunan gedung, dan lain sebagainya.

“Nah, kalau hanya itu kan, tidak usah lah dana itu dicawe-cawe ke sukuk seperti itu,” ucap dia.

“Dan ini sekarang dana untuk operasionalnya banyak yang tidak dikelola dengan baik. Kalau itu tujuannya (menerima dan menyalurkan dana haji), ya sudah jadikan saja Bank Haji, kayak lembaga nabung haji Malaysia,” sambung Ade.

Untuk mentransformasikan BPKH sebagai Bank Haji juga dinilai tidak akan sulit, karena sudah ada embrionya, yakni Bank Muamalat, di mana 82,65 persen dari total saham bank syariah tersebut dimiliki oleh BPKH. Dengan opsi ini pula, pemerintah akan lebih mudah untuk menugaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi keuangan Bank Haji.

Sementara itu, ketika Bank Haji terbentuk, keberadaan BPKH otomatis akan dilebur ke dalam Badan Penyelenggara (BP) Haji. Dus, tidak akan ada banyak badan yang mengurus soal perhajian, seperti saat ini.

“Jadi dikasih kamar (kedeputian). Kamarnya berupa deputi bidang pengelolaan dana haji. Jadi, lebih kecil lingkupnya dan lebih diawasi oleh Badan Haji. Sehingga, keuangan-keuangan itu lebih terawasi dengan baik dan pengawasan juga akan lebih mudah. Sehingga tidak menjadi ‘bajakan-bajakan’ orang yang tidak bertanggung jawab,” tegas Ade.

Sebaliknya, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, mengatakan, usulan pembentukan Bank Haji untuk menggantikan BPKH perlu dikaji ulang. Sebab, pada dasarnya BPKH telah memiliki usaha bank sendiri, yakni Bank Muamalat Indonesia. Hal ini terjadi setelah BPKH mendapat hibah saham sebesar 77,42 persen dari Islamic Development Bank (IsDB), Atwill Holdings Limit, serta National Bank of Kuwait pada November 2021. Kemudian, setelah melalui proses aksi korporasi atau right issue, kepemilikan BPKH di Bank Muamalat kini menjadi sebesar 82,65 persen.

“Artinya apa? BPKH sebetulnya sudah punya bank, yaitu Bank Muamalat,” kata Mustolih, kepada Tirto, Kamis (6/3/2025).

Jika dibandingkan bank syariah lainnya, seperti BCA Syariah atau Bank Syariah Indonesia (BSI), kinerja Bank Muamalat memang kalah. Pada kuartal III-2024, bank syariah yang dimiliki BPKH itu mencatat penurunan laba hingga 83,68 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp8,54 miliar. Sedangkan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) berhasil membukukan laba bersih Rp5,1 triliun pada periode yang sama, naik 21,6 persen (yoy) dari sebelumnya Rp4,2 triliun. Sementara untuk BCA Syariah, mampu meraup laba bersih Rp133,41 miliar per September 2024, tumbuh 12,2 persen dari posisi Rp118,9 miliar di periode yang sama pada 2023.

Dengan kondisi itu, Mustolih menilai akan lebih baik jika upaya lebih banyak dicurahkan untuk meningkatkan kinerja Bank Muamalat. Misalnya, Bank Muamalah didorong agar salah satu bisnis core-nya menjadi bank emas.

“Saya tidak sependapat […] kemudian seolah-olah narasi yang dibangun itu adalah investasi BPKH itu hanya dikerucutkan menjadi satu, yaitu membuat perbankan," tegas dia.

Mustolih mengakui, perbankan memang berpotensi meraup keuntungan besar dari bisnis yang dijalaninya. Namun, di balik itu ada pula risiko besar. Sehingga, tak jarang ditemui perbankan yang sebelumnya mempunyai laba tebal, namun kemudian berbalik karena salah kelola.

Lebih penting dari itu, sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 yang menjadi dasar hukum pengelolaan keuangan haji, BPKH memang didesain untuk menerima, mengelola, dan menginvestasikan uang setoran haji yang sebelumnya mengendap. Sehingga, dana tersebut memiliki nilai tambah.

“Dan BPKH kemudian untuk melakukan investasi itu boleh diberikan, boleh melakukan berbagai instrumen investasi. Baik langsung maupun tidak langsung, baik di dalam negeri maupun di luar negeri," imbuh dia.

Karena itu, kata dia, sekarang BPKH memiliki BPKH Limited yang beroperasi di Arab Saudi untuk menangkap peluang bisnis di sektor ekosistem haji. Hasilnya memang belum terlihat, namun usaha rintisan sudah dimulai.

“Kalau tadi bicaranya bank, (portofolio) emas itu kan juga salah satu bagian strategi investasi yang sudah dilakukan oleh BPKH. Jadi bukan berarti selama ini BPKH tidak melakukan apa-apa, tapi investasinya itu banyak. Ada di investasi langsung, yaitu tadi mengambil alih saham di Bank Muamalat atau kemudian BPKH Limited yang ada di Arab Saudi,” terang Mustolih.


tirto.id - News

Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Abdul Aziz

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |