tirto.id - Corporate Secretary Taman Safari Indonesia (TSI), Barata Mardikoesno, mengeklaim bahwa pihaknya sempat dimintai uang lewat tuntutan somasi dari pihak eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).
Barata menyatakan tuntutan somasi dari eks pemain sirkus OCI itu dilayangkan pada Oktober dan Desember tahun lalu dengan total mencapai Rp3,1 miliar.
Namun, Barata menegaskan bahwa TSI tidak akan memenuhi tuntutan tersebut sebab tidak ada hubungan antara OCI dengan Taman Safari Indonesia.
“Jadi ini jelas bahwa mereka ada di belakang itu ada sesuatu. Kenapa mereka mengincar TSI? Dan saya juga tidak mengerti. Dan kami juga stand up untuk dari posisi kami secara hukumnya dan secara dokumen,” ucap Barata ketika konferensi pers di Patio Platar, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).
Diberitakan sebelumnya, sejumlah eks pemain OCI melaporkan adanya dugaan eksploitasi, perbudakan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada Kementerian HAM. Mereka mengaku sebagai merupakan korban kekerasan dan eksploitasi anak yang diduga dilakukan oleh para pemilik OCI dan Taman Safari sejak 1970-an.
Pendamping hukum eks para pemain OCI menyebut kasus ini bahkan pernah dipantau oleh Komnas HAM pada 1997 silam. Namun, pemantauan tersebut disebut kurang komprehensif karena tidak semua korban dimintai keterangan.
Barata menegaskan bahwa TSI merupakan tempat konservasi dan edukasi satwa. Tak ada hubungannya sama sekali dengan kegiatan yang dilakukan OCI.
Bahkan, OCI diklaim tidak pernah tampil sekalipun di berbagai lokasi Taman Safari Indonesia.
“Jadi kegiatannya sendiri itu sangat berbeda. Dan kami sudah melakukan manajemen dan aktivitas untuk hewan. Jadi ini disini jelas adalah dua bisnis yang berbeda. Pemain OCI tidak ada di daftar karyawan,” ucap Barata.
Menurutnya, pihak TSI sudah menjawab layangan somasi pendamping hukum eks pemain OCI yang menuntut uang hingga total Rp3,1 miliar.
Namun, TSI kala itu menegaskan tidak dapat memenuhi tuntutan itu karena berlaku asas hukum lex specialis derogat legi generali diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP. Sebab, eks pemain OCI memang tidak ada hubungan dengan TSI.
“Ini khusus dan kami tidak bisa. TSI itu tidak ada hubungan dan sangat berbeda dan tidak ada sangkut-pautnya terhadap tuntutan hukum yang dituduhkan ke kami,” ucap Barata.
Meskipun OCI dan TSI dua entitas yang berbeda, keduanya memang didirikan oleh Tony Sumampau. Meskipun dalam pendirian TSI, ia tidak sendirian. Dalam kesempatan yang sama, Tony menduga adanya provokator yang mendorong agar para eks pemain OCI menyeret-nyeret nama TSI dalam polemik ini.
Namun Tony tak menyebut siapa sosok provokator yang dimaksud. Tony menduga, pangkal dari persoalan ini bermotif ekonomi semata.
“Saya sebut ada sosok provokasinya gitu loh yang menciptakan ini. Kami sudah kebaca sih karena dia sudah minta sesuatu kan,” ujar Tony.
Tony berencana memperkarakan provokator kasus ini ke jalur hukum. Namun, ia tak berniat menuntut para eks pemain OCI karena menganggap mereka hanya dimanfaatkan.
“Terhadap anak-anak, kasihan lah ya mereka ya. Tapi kepada provokatornya itu harusnya kita harus bisa. Artinya lagi mengupayakan upaya hukum,” sambung dia.
Tony menepis tudingan eksploitasi, penyiksaan, dan pelanggaran HAM dalam aktivitas OCI. Ia menyebut bahwa Komnas HAM pada 1997 silam sudah mengusut kasus ini dan bahkan memberikan sejumlah rekomendasi.
Utamanya soal mencari asal-usul identitas para pemain OCI yang sejak kecil dirawat keluarga Tony serta memberikan mereka pendidikan resmi.
Tony mengkelaim semua rekomendasi Komnas HAM pada 1997 silam sudah dijalankannya.
“Kalau sudah di OCI kan sudah kayak keluarga besar gitu. Kalau sakit pasti berobat. Tidak pernah bilang tidak ada uang dan segala-segala itu sudah terjamin. Terus ada uang saku untuk anak-anak,” kata Tony.
Sementara itu, Barata menegaskan bahwa upaya hukum yang dilakukan Tony tidak ada kaitannya dengan TSI. Itu menjadi urusan pribadi Tony dengan pihak yang menuding adanya pelanggaran HAM dalam aktivitas OCI.
“Artinya kalau pun ada langkah hukum dari Pak Tony bukan atas nama TSI. Itu sudah clear. Bukan atas nama TSI,” tegas Bara.
tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto