Peran Advokat & Jurnalis JAKTV di Kasus Perintangan Penyidikan

5 hours ago 5

tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran advokat Marcella Santoso, advokat dan dosen Junaedi Saibih, dan Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar, dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice).

Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi Pertamina, Timah, minyak goreng, dan impor gula dengan terdakwa Tom Lembong.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan bahwa para tersangka memiliki peran tersendiri dalam perkara ini dengan membagi kepada beberapa tim untuk menjalankan misinya. Di antaranya ada tim juridis, tim non-juridis, dan tim social engineering.

Harli mengatakan tim juridis bertugas mewakili korporasi dalam persidangan dengan melakukan penandatanganan berkas yang terkait dengan proses persidangan.

Sedangkan, tim social engineering memiliki tugas untuk membentuk opini publik melalui berbagai cara.

“Sedangkan tim non juridis dia bertugas melakukan teknik-teknik yang bersifat di luar hukum yang tentu dilakukan oleh baik JS, MS bersama-sama dengan TB,” ujar Harli dalam konferensi pers di Gedung Kartika, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).

Persekongkolan ini dimulai ketika tersangka Marcella dan Junaedi Saibih memerintahkan tersangka Tian Bahtiar untuk membuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung.

Adapun narasi negatif tersebut untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong, dan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.

Marcella diduga berkomunikasi dengan hakim untuk memengaruhi putusan. Sementara itu, Junaedi berperan menggiring opini publik dengan menggelar diskusi, seminar, talkshow, dan podcast yang menyoroti kinerja Kejagung secara negatif, seolah-olah menunjukkan bahwa perhitungan yang dilakukan Kejagung adalah tidak benar dan menyesatkan.

Seluruh kegiatan tersebut kemudian disiarkan oleh Tian Bahtiar melalui media sosial dan program JAKTV.

"Tersangka TB ini mendapatkan keuntungan secara pribadi bukan atas nama Direktur Pemberitaan JakTV karena tidak ada kontrak tertulis JAKTV dengan para tersangka. Sehingga dia menyalahi kewenangannya sebagai Direktur Pemberitaan," ujar Qohar.

Lebih lanjut, Qohar mengungkapkan bahwa MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dengan tujuan menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian ketiga perkara tersebut di persidangan. Kegiatan demonstrasi itu juga dipublikasikan secara negatif oleh TB dalam berita tentang Kejaksaan.

Atas perannya, tersangka TB mendapatkan uang Rp478.500.000 yang masuk ke dalam kantong pribadinya.

Dalam perkembangannya, Harli menyebut penyidik telah menemukan berbagai dokumen, barang bukti elektronik, hingga laporan pertanggungjawaban.

“Dari bukti itulah sehingga kami penyidik menjadi menetapkan bahwa yang bersangkutan cukup alat bukti untuk dilakukan penetapan tersangka karena diduga menghalangi, ya menggagalkan proses penyidikan,” jelas Harli.

Untuk Direktur Pemberitaan JAKTV, kata Harli, perbuatannya dilakukan untuk mendapatkan uang secara pribadi dan tidak melibatkan institusi media tempatnya bekerja. Pasalnya, tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAKTV dengan para pihak yang telah ditetapkan.

“Sehingga itu ada indikasi dia menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya. Direktur Pemberitaan, Itu,” ujarnya.

Adapun, Harli tetap menduga bahwa pemberitaan ini sudah didesain sedemikian rupa oleh para tersangka.

Ketiga tersangka dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagiamana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


tirto.id - Hukum

Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |