Sejarah Perang Dagang Amerika dan China 2018 sampai 2025

14 hours ago 10

tirto.id - Perang dagang Amerika dan China kembali memanas, menandai babak baru dalam persaingan ekonomi dua raksasa dunia. Ketegangan yang sudah berlangsung sejak lama ini terus menunjukkan eskalasi.

Perang dagang adalah kondisi ketika dua atau lebih negara, dalam kasus ini China Amerika, saling membalas kebijakan ekonomi, terutama dengan menaikkan tarif impor dan mengenakan hambatan dagang lainnya. Tujuannya biasanya untuk melindungi industri dalam negeri atau menekan negara lawan secara ekonomi.

Adapun perang dagang AS China makin menjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tarif baru pada awal April 2025 yang kemudian dibalas oleh China. Munculnya isu ini menimbulkan pertanyaan tentang perang dagang Amerika dan China, misalnya seperti kenapa perang dagang dimulai dan bagaimana sejarahnya?

Latar Belakang Perang Dagang Amerika dan China

Hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China berkembang pesat sejak China bergabung dengan World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001, demikian dikutip dari laman Council on Foreign Relations (CFR). Perdagangan antara kedua negara ini membawa berbagai manfaat, seperti harga barang yang lebih terjangkau bagi konsumen Amerika dan peluang besar bagi perusahaan-perusahaan AS untuk memasuki pasar China.

Namun, di balik manfaat tersebut, muncul pula konsekuensi negatif. Salah satunya adalah hilangnya lapangan kerja manufaktur di Amerika Serikat akibat persaingan dengan produk impor murah, otomatisasi, serta relokasi pabrik ke luar negeri.

Ketegangan perang dagang dimulai pada 2018 ketika pemerintahan Trump secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang. Tak lama setelah itu, Trump mengumumkan tarif tambahan sebesar 10 persen untuk barang-barang asal China senilai 300 miliar dolar AS, yang direncanakan mulai berlaku pada 1 September 2019.

Selain persoalan ekonomi, isu-isu seperti keamanan nasional, penggunaan data oleh perusahaan teknologi China, penyebaran disinformasi, hingga pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uyghur di Xinjiang turut memanaskan hubungan kedua negara. CNN bahkan melaporkan bahwa perang dagang Trump ini telah mencapai tingkat keseriusan yang sulit untuk diatasi dan berpotensi menimbulkan perlambatan ekonomi global atau bahkan resesi.

Kini, pada periode kedua pemerintahan Trump, ancaman tarif baru kembali muncul dengan besaran hingga 145 persen, yang langsung direspons China dengan tarif balasan sebesar 125 persen. Ketegangan ini menunjukkan bagaimana dua negara dengan ketergantungan ekonomi yang tinggi justru semakin terjebak dalam persaingan geopolitik dan teknologi.

Karya ilmiah berjudul US-China Trade War: Causes and Outcomes oleh Kapustina, dkk. (2020), sebuah jurnal perang dagang Amerika dan China, menyebut bahwa terdapat empat alasan utama dari pihak AS yang memicu konflik dagang terbesar dalam sejarah kedua negara. Empat alasan atau penyebab perang dagang Amerika dan China tersebut yaitu:

  1. Mengurangi defisit perdagangan bilateral dan meningkatkan lapangan kerja,
  2. Membatasi akses teknologi AS bagi perusahaan China,
  3. Menghambat pertumbuhan kekuatan militer China, dan
  4. Mengurangi defisit anggaran federal AS.

Sejarah Perang Dagang Amerika dan China 2018 hingga 2025

Perang dagang Amerika dan China mengalami beberapa babak, tapi eskalasi paling signifikan terjadi pada masa pemerintahan Donald Trump, baik di periode pertamanya maupun saat kembali menjabat. Simak selengkapnya.

2018–2020 (Pemerintahan Donald Trump yang Pertama)

Perang dagang yang saling berbalas dimulai pada tahun 2018 ketika Presiden Donald Trump menerapkan tarif besar-besaran terhadap barang-barang China. Tujuannya yakni mengurangi defisit perdagangan dan memaksa perubahan praktik ekonomi Beijing, termasuk pencurian kekayaan intelektual dan subsidi industri.

Langkah ini digambarkan sebagai perang melawan hegemoni dan keserakahan kongsi dagang global yang dianggap merugikan pekerja dan industri manufaktur AS. Tak tinggal diam, China membalas dengan tarif terhadap produk AS dan pembatasan ekspor bahan-bahan penting.

Konflik perang dagang yang saling balas terus berlanjut hingga 2019. Kemudian, pada 2020, Trump menandatangani kesepakatan "Phase One", perjanjian yang dimaksudkan untuk meredakan ketegangan perang dagang.

Dalam kesepakatan ini, China berjanji akan membeli tambahan produk dan jasa dari AS senilai $200 miliar dalam dua tahun tapi janji ini tidak dipenuhi, sebagian karena pandemi COVID-19. Akibatnya, kesepakatan ini dipandang lebih sebagai jeda sementara ketegangan ekonomi, alih-alih solusi perang dagang Amerika dan China yang bersifat jangka panjang.

2021–2024 (Pemerintahan Joe Biden)

Alih-alih mencabut tarif Trump, Presiden Joe Biden mempertahankan sekitar $360 miliar tarif terhadap barang-barang China dan justru meningkatkan bea masuk pada sektor-sektor penting seperti kendaraan listrik, baja, aluminium, dan semikonduktor.

Ia juga menerapkan kontrol ekspor yang ketat terhadap teknologi canggih, seperti chip komputer dan kecerdasan buatan (AI), guna membatasi kemajuan teknologi militer China.

Biden menandatangani undang-undang yang mewajibkan TikTok dijual ke perusahaan non-China, dan memperkuat kebijakan industri dalam negeri melalui CHIPS Act dan Inflation Reduction Act. Pendekatannya lebih sistematis namun tetap mencerminkan garis keras terhadap China.

2025 (Pemerintahan Donald Trump yang Kedua)

Begitu kembali menjabat, Trump langsung mengumumkan rencana penerapan tarif 2025 hingga 145 persen terhadap semua barang impor dari China. Sebagai balasan, China mengenakan tarif hingga 125 persen pada barang-barang asal AS.

Setelah pengumuman tarif balasan dari China, Presiden Donald Trump menyatakan bahwa AS tidak akan menghubungi China lebih dulu dan Presiden Xi Jinping harus menjadi pihak yang memulai komunikasi, sebagaimana dilansir dari CNN.

Pemerintahan Trump juga menolak keterlibatan Menteri Luar Negeri China Wang Yi sebagai perantara karena dianggap tidak cukup dekat dengan lingkaran dalam Presiden Xi. Sebaliknya, AS mengusulkan nama-nama lain, tapi China menolak permintaan itu dan tidak mengatur komunikasi langsung antar pemimpin.

Hal itu karena China tidak ingin terlihat lemah. Dalam pernyataannya, China menolak tunduk pada tekanan maksimal AS, menegaskan bahwa “memberi sedikit pada pembuli hanya akan membuatnya menuntut lebih banyak.”

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa Trump tetap optimis terhadap kemungkinan kesepakatan dagang, namun hanya jika China menunjukkan niat baik. Jika tidak, AS akan tetap mengambil langkah demi kepentingan rakyatnya dan mendukung praktik perdagangan yang adil di seluruh dunia.

Dampak Perang Dagang Amerika dan China

Perang dagang yang dilakukan oleh Amerika dan Tiongkok membawa dampak besar bagi rantai pasok global, inflasi, dan hubungan dagang internasional. Secara khusus, dampak perang dagang Amerika dan China terhadap Indonesia salah satunya adalah nilai tukar Rupiah yang melemah.

Secara umum, dampak perang dagang Amerika dan China yakni sebagai berikut.

1. Mengguncang Pasar dan Stabilitas Ekonomi Global

Sebagai dua kekuatan manufaktur terbesar dunia, ketegangan antara AS dan China memicu gejolak di pasar internasional. Negara ketiga dan aliansi perdagangan turut terdampak, sementara investor menghadapi ketidakpastian yang memicu risiko perlambatan ekonomi global dan ancaman resesi.

2. Menekan Pertumbuhan Ekonomi AS

Dampak langsung terasa di dalam negeri Amerika. Pertumbuhan ekonomi melambat, terutama akibat gangguan rantai pasok dan lonjakan biaya produksi. Tarif yang dikenakan justru lebih membebani perusahaan dan konsumen AS.

Sektor pertanian terpukul karena penghentian pembelian oleh China, sementara harga barang impor meningkat, menyulitkan bisnis kecil.

3. Mendorong Pergeseran Rantai Pasok Global

Alih-alih membawa manufaktur kembali ke AS, perang tarif mendorong banyak perusahaan untuk memindahkan produksinya ke negara-negara seperti Vietnam dan Meksiko. Akibatnya, produk asal China tetap masuk ke pasar AS melalui jalur tidak langsung, memperlihatkan bahwa strategi pemisahan ekonomi (decoupling) tidak sepenuhnya berhasil.

Kesimpulan Perang Dagang AS vs China

Perang dagang Amerika Serikat dan China berakar sejak 2018 saat Presiden Donald Trump pertama kali memberlakukan tarif besar terhadap barang-barang China. Konflik ini didorong oleh kekhawatiran Amerika terhadap defisit perdagangan, pencurian kekayaan intelektual, subsidi industri, dan kebangkitan teknologi serta militer China.

Meskipun sempat mereda lewat kesepakatan “Phase One” pada 2020, ketegangan tetap berlanjut hingga masa pemerintahan Joe Biden yang mempertahankan sebagian besar tarif dan memperketat pengawasan teknologi. Pada tahun 2025, perang dagang kembali mencapai puncaknya ketika Trump kembali menjabat dan langsung mengumumkan tarif baru hingga 145 persen, yang dibalas oleh China dengan tarif balasan 125 persen serta penolakan terhadap jalur diplomatik yang diusulkan AS.

Alih-alih menyelesaikan masalah, perang dagang ini justru berdampak luas karena memperlambat pertumbuhan ekonomi AS, mengganggu rantai pasok global, memicu ketidakpastian pasar, dan menimbulkan efek domino ke negara lain. Ketergantungan ekonomi tinggi antara kedua negara justru membuat keduanya saling terikat dalam persaingan yang semakin kompleks.


tirto.id - News

Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH
Penyelaras: Nisa Hayyu Rahmia, Nisa Hayyu Rahmia & Nisa Hayyu Rahmia

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |