tirto.id - Pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang, Sumatera Selatan, terjadi dari tanggal 1 hingga 5 Januari 1947. Akrab disebut Palagan Palembang, pertempuran ini termasuk salah satu peristiwa sejarah mempertahankan kemerdekaan pasca Proklamasi.
Pada17 Agustus 1945, Ir. Sukarno dan Mohammad Hatta telah menyatakan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Akan tetapi, Belanda berusaha menapak lagi di Indonesia dengan membonceng Sekutu.
Kembalinya Belanda memulai periode revolusi fisik atau masa perang mempertahankan kemerdekaan, mulai tahun 1945 hingga 1949. Kemudian muncul rangkaian upaya diplomasi dan pertempuran, termasuk Perang 5 Hari 5 Malam di Palembang.
Latar Belakang Perang 5 Hari di Palembang
Kedatangan Sekutu atau Belanda yang dipimpin oleh Hubertus Johannes van Mook berkedok melucuti senjata sisa-sisa serdadu Jepang dan mengumumkan konsepsi negara Indonesia.
Mereka disambut dengan perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Pada 12 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Carmichael mendarat di Palembang bersama NICA atau Belanda.
Dalam buku Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Daerah Sumatera Selatan (1996) yang disusun oleh Ramli Hasan dan kawan-kawan disebutkan, mulanya pasukan Sekutu dan Belanda di Palembang diberi lokasi Kamp Talang Semut.
Mereka boleh menggunakan jalan raya sepanjang jalur kamp tersebut hingga ke Pelabuhan Boom Baru. Namun, lokasi orang-orang asing tersebut kemudian meluas dengan semakin banyaknya pasukan senjata yang didatangkan ke Palembang.
Tentara Belanda mulai melakukan provokasi, bahkan tidak jarang mereka menggeledah rumah-rumah warga yang dicurigai menyimpan senjata. Hal ini menimbulkan situasi ketegangan antara kaum pemuda di Palembang dengan tentara Belanda atau Sekutu.
Dengan begitu, latar belakang Pertempuran Palembang adalah kedatangan Belanda yang menggeledah paksa rumah-rumah masyarakat Palembang. Dengan dalih melucuti Jepang, geledah asal-asalan pihak asing ini membuat panas warga Palembang.
Kronologi Perang 5 Hari di Palembang
Kekuatan Sekutu dan Belanda di Palembang semakin bertambah hingga mencapai dua batalyon pada Maret 1946. Bertambahnya tentara Belanda yang masuk ke Palembang karena dilindungi oleh Sekutu yang memang membawa misi hukum internasional.
Tanggal 24 Oktober 1946, terjadi pengalihan kekuasaan militer di Palembang dari Sekutu kepada Belanda. Sejak itu, semakin sering insiden yang muncul antara serdadu Belanda melawan kaum pejuang republik di Palembang.
Insiden pertama di Palembang sejak pelimpahan wewenang tersebut terjadi pada 28 Desember 1946 malam. Dua granat menghantam truk milik Belanda. Insiden ini menyebabkan dua orang tentara Belanda tewas dan dua lainnya mengalami luka-luka.
Tanggal 29 Desember 1946, Tentara Republik Indonesia (TRI) -cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI)- di Palembang dibantu oleh beberapa laskar pemuda setempat menyerbu pos-pos militer Belanda.
Gubernur Sumatera Selatan kala itu, Mohamad Isa, membujuk TRI dan segenap laskar perjuangan untuk mundur pada 31 Desember 1946 demi menghindari jatuhnya korban.
Dikutip dari artikel bertajuk "Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang" dalam laman Kebudayaan Kemdikbud, tanggal 1 Januari 1957 sekitar pukul 5 pagi, Belanda melanggar garis demarkasi yang menyebabkan terjadinya insiden di daerah Ilir.
Hal inilah yang menjadi pemicu pecahnya rangkaian pertempuran selama 5 hari berturut-turut atau yang disebut Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang.
Pada pagi pertama pergantian tahun 1947 itu, mobil-mobil jip milik yang membawa penuh serdadu Belanda. Sebagian dari mereka melepaskan tembakan, sebagian lagi ada yang berhenti di simpang empat Masjid Agung Palembang sembari menyerang gedung tempat laskar perjuangan bermarkas.
Situasi ini membuat kaum pejuang dan militer Indonesia di Palembang memutuskan untuk bertindak. Disebutkan dalam buku Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Daerah Sumatera Selatan (1996), pasukan TRI dan para laskar kemudian mengepung tempat-tempat kedudukan Belanda.
Pertempuran tanggal 1 Januari 1947 berhenti sementara pada pukul 15.00 WIB atau jam 3 sore setelah datang imbauan dari Panglima TRI Divisi II Kolonel Bambang Utoyo dan Gubernur Isa.
Perang dihentikan setelah terjadinya kesepakatan gencatan senjata dari Indonesia dan Belanda. Namun, belum 1 jam persetujuan berjalan, Belanda justru mendatangkan 2 pesawat tempur udara, yaitu B-52 Mitcel untuk mengawal kereta berlapis baja yang membawa amunisi.
Tindakan yang dilakukan Belanda tersebut dianggap provokasi yang menyebabkan pertempuran kembali pecah. Pasukan republik kemudian lebih gencar dalam melakukan serangan.
Hari kedua dan ketiga, Belanda kembali menyerang pusat pertahanan republik di area Masjid Agung Palembang. Serbuan tersebut bisa dihalau oleh pasukan Batalyon Geni bersama beberapa laskar pejuang.
Datang bala bantuan untuk Belanda namun dapat disergap oleh kesatuan yang dipimpin oleh Lettu Wahid Luddien. Pertempuran terus berlanjut di jantung Kota Palembang yang mengakibatkan banyak kehancuran.
Belanda yang tak mau kalah kemudian mengerahkan kendaraan-kendaraan tempur berlapis baja, pesawat udara, bahkan kapal perang yang menyerang dari Sungai Musi, untuk membombardir Kota Palembang.
Pada hari keempat, datang bantuan dari Lampung untuk kaum pejuang di Palembang yang dipimpin oleh Mayor Noerdin Pandji, juga bantuan dari Lahat di bawah pimpinan Letjen Harun Sohar.
Namun, lantaran persenjataan Belanda lebih canggih dan modern, pasukan republik yang mulai kehabisan stok amunisi dan logistik akhirnya kewalahan akhirnya terpaksa mundur menjelang hari kelima.
Akhir Perang 5 Hari di Palembang
Dilakukan pertemuan antara pimpinan sipil dan militer dari kedua belah pihak untuk membicarakan gencatan senjata setelah 5 hari pertempuran Palembang.
Pihak Indonesia mengirimkan Adnan Kapau (A.K.) Gani, mantan Residen Sumatera Selatan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di Kabinet Sjahrir III, untuk menggelar perundingan dengan Belanda.
Dikutip dari Album Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 (1975), perundingan gencatan senjata Palagan Palembang itu menghasilkan kesepakatan berikut:
- Pasukan bersenjata (militer), laskar-laskar pejuang, dan badan-badan perjuangan Indonesia harus mundur sejauh 20 kilometer dari titik 0 kilometer di pusat Kota Palembang.
- Pemerintahan sipil di bawah pimpinan Gubernur M. Isa beserta kepolisian serta angkatan laut yang dipimpin Komandan Resimen Mayor A.R Saroinson tetap berada di Kota Palembang.
- Pihak Belanda hanya boleh mendirikan pos-pos militer sejauh 14 kilometer dari pusat kota.
- Gencatan senjata berlaku mulai 6 Januari 1947 pukul 00.00 waktu setempat kemudian diikuti dengan pengunduran pasukan mulai pukul 06.00.
Kesepakatan gencatan senjata antara pemerintah Indonesia dan pihak Belanda ini mengakhiri pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang.
Tokoh-Tokoh Pertempuran Palembang
Perang 5 hari 5 malam di Palembang melibatkan sejumlah tokoh yang ingin mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Adapula tokoh dari pihak asing yang juga disebutkan sebagai pemicunya.
Berikut ini daftar nama tokoh yang terlibat dalam Pertempuran Palembang.
Tokoh Indonesia
- Kolonel Maludin
- Mayor Rasyad Nawawi
- Letnan Kolonel Bambang Utoyo
- Mohamad Isa
- Lettu Wahid Luddien
- Mayor NoerdinPandji
- Letnan Jenderal Harun Sohar
- Adnan Kapau (A.K.) Gani
Tokoh Belanda/NICA
- Letnan Kolonel Carmichael
tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yuda Prinada