Waduk Darma di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sudah lama populer sebagai salah satu destinasi favorit. Pesonanya yang menawan dengan hamparan air luas berlatar bukit hijau menjadikannya pas untuk liburan atau sekedar melepas penat. Di samping itu, sejarah Waduk Darma Kuningan juga tak kalah menarik untuk kita telusuri.
Baca Juga: Sejarah Gemeente Depok Menjadi Bukti Pengaruh Hindia Belanda
Bukan hanya soal teknis pembangunannya. Melainkan juga kisah-kisah rakyat dan warisan budaya yang masih hidup di tengah masyarakat hingga sekarang.
Mengulas Sejarah Waduk Darma Kuningan
Seperti namanya, waduk ini terletak di Kecamatan Darma. Lokasinya berada sekitar 12 kilometer dari pusat Kota Kuningan atau kurang lebih 37 kilometer dari Cirebon. Pembangunan waduk bertujuan untuk menampung aliran Sungai Cisanggarung.
Secara geografis, sebelum menjadi bendungan besar seperti sekarang, kawasan ini dulunya adalah danau kecil. Masyarakat telah memanfaatkannya sejak awal tahun 1800-an untuk irigasi pertanian dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Selain memiliki nilai ekonomi, danaunya juga menyimpan legenda yang kuat. Masyarakat setempat percaya bahwa lokasi tersebut dahulu merupakan tempat bermain Pangeran Gencay. Putra dari tokoh terkenal yakni Mbah Dalem Cageur.
Konon, sebuah peristiwa tragis terjadi di danau, ketika Pangeran Gencay dan beberapa temannya mengalami kecelakaan fatal saat bermain. Kisahnya kemudian berkembang menjadi bagian dari keyakinan masyarakat sekitar.
Inisiatif Pembangunan Waduk pada Masa Kolonial
Sejarah gagasan untuk membangun sebuah waduk di Darma, Kuningan, sebenarnya sudah muncul sejak era kolonial. Pada tahun 1920, Pabrik Gula Tersana Baru mengajukan usulan kepada Residen Cirebon. Pihaknya meminta agar pemerintah membangun sebuah waduk guna memenuhi kebutuhan air untuk perkebunan tebu dan operasional pabrik.
Usulan itu mendapat persetujuan, pada tahun 1924, Ir. G.A. de Jongh mulai melakukan studi kelayakan terhadap rencana pembangunan bendungan. Seiring waktu, tepatnya tahun 1929, Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda mendesak agar penelitian berjalan lebih rinci.
Hasilnya menyebutkan bahwa pembangunan waduk akan memerlukan biaya sebesar 1,5 juta gulden. Menariknya, Pabrik Gula Tersana Baru menyatakan kesanggupannya untuk menanggung setengah dari total biaya pembangunan.
Proses Penelitian dan Terhentinya Proyek
Langkah-langkah teknis terus pemerintah lakukan pada pertengahan dekade 1930-an. Antara tahun 1935 hingga 1936, penelitian geologi oleh A. Harting berlangsung cermat. Sementara Prof. Springer meneliti sifat tanah di lokasi calon bendungan.
Pemerintah kolonial pun mulai menunjukkan keseriusannya. Pada 1939, mereka bahkan memesan pintu bendungan dari Swiss untuk keperluan pembangunan. Dua tahun kemudian, pintu-pintu tersebut produsen kirim melalui jalur laut menuju Jakarta via Singapura.
Baca Juga: Sumur Minyak Eks Belanda di Indramayu, Peninggalan Sejarah yang Masih Menyimpan Misteri
Hanya saja, sejarah pembangunan Waduk Darma Kuningan yang sudah mulai di tahap krusial harus terhenti karena situasi politik. Tepat ketika Jepang berhasil menduduki Indonesia. Bahkan, pintu bendungan yang telah pemerintah pesan pun batal terkirim. Dengan begitu, pembangunan selama masa pendudukan Jepang berhenti sepenuhnya.
Pembangunan Kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia
Selanjutnya, memasuki tahun 1951, Pemerintah Republik Indonesia kembali menghidupkan rencana pembangunan Bendungan Darma. Upaya tersebut berawal dari perencanaan ulang dan serangkaian penelitian tambahan.
Sekitar tahun 1956 hingga 1957, Lembaga Penyelidikan Masalah Air (LPMA) melakukan penelitian mekanika tanah. Tujuannya untuk memastikan kesiapan lokasi proyek. Sementara itu, tahun 1958 menjadi awal sejarah dari kelanjutan pembangunan fisik Waduk Darma Kuningan.
Setelah melewati berbagai tantangan teknis dan administrasi, pembangunan akhirnya selesai pada tahun 1962. Hal yang sekaligus menandai berdirinya waduk sebagai salah satu infrastruktur air terbesar di wilayah Kuningan.
Pemanfaatan Waduk Darma di Era Sekarang
Dengan sejarah yang panjang, kini, Waduk Darma Kuningan masih memainkan peran penting dalam mendukung kehidupan masyarakat. Fungsi utamanya adalah pengairan sawah sekitar 22.600 hektar lahan yang tersebar di wilayah Kuningan dan Cirebon.
Selain itu, waduk juga menyediakan air bersih bagi masyarakat di Kecamatan Luragung, Ciawigebang, Garawangi, dan sebagian wilayah Kota Kuningan. Menariknya, Waduk Darma juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan darat oleh masyarakat setempat.
Aktivitas penangkapan ikan dengan jala apung menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak keluarga. Kini wilayahnya pun sukses berkembang menjadi kawasan wisata terpadu. Pengunjung dapat menikmati berbagai fasilitas seperti area perkemahan, perahu wisata, penginapan, panggung hiburan, hingga playground.
Baca Juga: Pabrik Teh Gedeh, Destinasi Bersejarah di Tengah Perkebunan Cianjur
Itulah penjelasan tentang sejarah Waduk Darma Kuningan. Bagi yang ingin berkunjung untuk liburan atau sekedar cuci mata, lokasinya buka setiap hari mulai 08.00-17.00 WIB. Adapun HTM-nya hanya Rp 15 ribu saja. (R10/HR-Online)