tirto.id - Harga sejumlah bahan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merangkak naik pada awal Ramadhan 2025. Beriringan dengan musim penghujan, bahan pangan jenis hortikultura meroket harganya lantaran gagal panen.
Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, bahkan mengatakan bahwa situasi di pasar tidak baik-baik saja.
"Setelah melakukan pemantauan pribadi serta mendengarkan dari masyarakat di pasar dan warung, kondisi terakhir dari awal Ramadhan situasinya tidak baik-baik saja," sebut Andriana di Ruang Komisi B DPRD DIY, Kamis (6/3/2025).
Andriana mengatakan bahwa melambungnya harga sejumlah komoditas bahan pangan membuat pasar lesu.
"Maka kami imbau segera adakan operasi pasar. Sehingga, harga tidak melonjak drastis di pasar saat Lebaran. Kalau tidak dikontrol, bisa semakin melonjak," ujar politikus PDIP itu.
Andriana mengatakan bahwa Komisi B DPRD DIY akan segera memanggil dinas terkait guna meminta keterangan tentang alasan tidak terkendalinya harga pasar.
"Pastinya kami akan segera memanggil dinas terkait. Dalam hal ini, kami akan menanyakan kapan akan dilaksanakan ini [operasi pasar]," lontarnya.
Pertemuan itu, kata Andriana, juga dimaksudkan untuk mencari solusi agar pasokan bahan pangan di pasar aman dan harganya terjangkau.
Andriana pun membeberkan beberapa komoditas yang harganya terpantau naik. Telur yang normalnya Rp28 ribu per kilogram (kg), kini jadi Rp30 ribu/kg. Sementara itu, daging ayam yang normalnya Rp30 ribu jadi Rp36 ribu sampai Rp38 ribu.
Bawang merah kini harganya Rp40 ribu, bawang putih Rp50 ribu, dan Minyakita Rp19 ribu. Komoditas yang mengalami lonjakan harga paling tinggi adalah cabai rawit merah yang mencapai Rp120 ribu.
"Padahal, ini menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Sehingga, ini menjadi bagian dorongan kita kepada OPD untuk melakukan operasi pasar, bukan hanya [berfokus pada] beras dan minyak goreng," sebutnya.
Andriana Wulandari, Ketua Komisi B DPRD DIY, saat diwawancarai di gedung DPRD DIY pada Kamis (6/3/2025). (FOTO/Siti Fatimah)
Selain itu, Andriana mengkritisi rantai distribusi bahan pangan yang menjadi salah satu penyebab terjadinya inflasi di DIY. Pasalnya, DIY masih bergantung pada pasokan bahan pangan dari luar wilayah.
Andriana membeberkan fakta bahwa hasil panen petani belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Ditambah pula, ada petani yang mengalami gagal panen sehingga beberapa komoditas mengalami kelangkaan.
"Ini bagian dorongan kami kepada OPD, operasi pasar harus melibatkan petani dan pedagang di DIY," tukasnya.
Sebagai Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana berjanji akan memastikan kebijakan operasi pasar telaksana dengan baik. DPRD DIY pun sudah menyetujui anggaran program dan kegiatan untuk stabilisasi harga bahan pangan melalui operasi pasar.
“Saya berharap, proses pengadaan bahan operasi pasar sedapat mungkin juga menyerap dari hasil para petani dan peternak lokal. Ini praktik nyata kemitraan ekonomi sekaligus menjalankan misi stabilisasi harga,” tutur Andriana.
Proses operasi pasar akan diprioritaskan di titik-titik strategis di wilayah kapanewon yang jumlah warga miskin masih banyak.
Pasar Murah Jaga Stabilitas Harga
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman mulai menggelar pasar murah yang bertujuan untuk menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok selama bulan puasa hingga Idulfitri 1446 H.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman, Susmiarto, menuturkan bahwa program pasar murah tersebut akan diadakan di 36 kalurahan di seluruh Bumi Sembada. Hal itu bertujuan agar masyarakat tidak lagi terhalang oleh jarak untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
“Dulu, itu perkecamatan. Nah, ini kami buat di kalurahan. Tidak di 86 kalurahan, tapi 36 kalurahan. Maksudnya biar masyarakat tidak terlalu jauh dengan lokasi penjualan,” ujar Susmiarto saat meluncurkan pasar murah di GOR Bimoseno Pandowoharjo, Sleman, Kamis (6/3/2025).
Pasar murah tahun ini dilaksanakan mulai tanggal 6-21 Maret 2025. Program tersebut menyasar seluruh masyarakat umum yang berdomisili atau ber-KTP Sleman dan diprioritaskan bagi masyarakat kurang mampu.
Dalam pelaksanaannya, Pemkab Sleman bekerja sama dengan lintas instansi terkait, seperti Perum Bulog Wilayah DIY, PPN (Pinsar Petelur Nasional) Sleman, Gapoktan Sleman, PT Saliman Riyanto Raharjo, dan petani hortikultura binaan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman.
Susmiarto pun menjelaskan bahwa anggaran yang digunakan untuk operasi pasar murah tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Sleman sebesar Rp334.437.500 dan subsidi dari Bank Indonesia DIY sebesar Rp72.000.000.
“Hari ini melakukan pasar murah. Sebagian anggaran belanja dibantu dari dana Bank Indonesia yang memberi subsidi sehingga nanti harga yang dibeli masyarakat di situ lebih murah,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman, RR Mae Rusmi Suryaningsih, menjelaskan bahwa gelaran pasar murah 2025 menyediakan komoditas bahan pokok dengan harga yang relatif murah. Pemkab Sleman memberikan reduksi biaya distribusi sebesar Rp2.000 per kg atau per liter untuk masing-masing komoditas.
“Komoditas yang disediakan total untuk 36 titik: beras premium ini 40,8 ton, beras medium 35,5 ton, minyak goreng 18.100 liter, gula pasir 10,65 ton, telur ayam 7,2 ton, daging ayam sebanyak 2,9 ton,” terang Mae.
Namun, Pemkab Sleman menetapkan pembatasan kuota untuk tiap-tiap komoditas. Misalnya, seseorang hanya boleh beli beras medium maksimal 10 kg. Lalu, minyak goreng 2 liter/orang, gula pasir 2 kg/orang, telur ayam 2 kg/orang, dan daging ayam maksimal 2 kg/orang.
Warga membeli bahan pangan saat operasi pangan murah di Walantaka, Kota Serang, Banten, Selasa (4/3/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr
Keuntungan Tipis Tak Berani Naikkan Harga
Naiknya harga sejumlah komoditas berdampak pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satu yang merasa kesulitan adalah Sundari.
Perempuan 34 tahun itu mengaku terpaksa mengurangi takaran cabai untuk usaha mi pedasnya.
"Soalnya harga bahan-bahan masyaallah [mahal]," ujarnya.
Selain itu, Sundari mencoba beralih pada cabai jenis lain agar warungnya tetap dapat beroperasi. Biasanya, dia menggunakan cabai rawit merah sebagai bahan baku utama olahan pedas. Namun, harga cabai rawit merah yang mencapai Rp100 ribu membuat Sundari beralih ke cabai rawit hijau.
"Sekarang, aku pakai yang cabai rawit hijau putih. Harganya sama mahal, tapi kacek [lebih terjangkau], Rp80 ribu," kata dia.
Ibu tiga orang anak itu mengaku keuntungannya menurun akibat melambungnya harga sejumlah bahan pangan. Dia takut pelanggan kabur jika menaikkan harga pasaran.
"Perlu operasi pasar. Pemerintah juga harusnya lebih mengerti rakyat kecil," tandasnya.
Dianggap Normal saat Ramadhan
Akhmad Akbar Susamto, pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan bahwa kenaikan harga sejumlah komoditas saat Ramadhan adalah hal yang wajar.
"Wajar naik, terutama pada barang-barang yang kebutuhan pokok," kata Akhmad saat dihubungi kontributor Tirto, Jumat (7/3/2025).
Akhmad menjelaskan bahwa kenaikan harga didorong oleh perubahan permintaan dari masyarakat.
"Kalau Ramadhan dan Idulfitri, konsumsi masyarakat secara umum meningkat. Baik untuk kebutuhan sehari-hari untuk sahur, buka dan sebagainya. Karena permintaan meningkat, kalau suplainya sama, kemungkinan harga akan naik. Itu sudah alamiah," ujarnya.
Akhmad mengatakan bahwa untuk mencegah terjadinya kenaikan harga yang signifikan, stok komoditas bahan pangan perlu ditambah.
"Pastikan suplai aman, ketika ada yang mau beli, pastikan barangnya ada. Biasanya tetap naik, tapi tidak terlalu banyak," papar Akhmad.
Menurut Akhmad, kenaikan harga bisa diatasi dengan cara menjaga suplai. Stabilitas harga amat penting dijaga agar ia tidak menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
"Intinya, harga naik akan memberatkan masyarakat," tandasnya.
tirto.id - News
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Fadrik Aziz Firdausi