Aktris sekaligus aktivis lingkungan, Cinta Laura beri kritik pedas soal tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dalam sebuah video emosional berdurasi empat menit yang ia unggah ke akun Instagram pribadinya, @claurakiehl, Cinta menyoroti kerusakan lingkungan yang terjadi akibat industri pertambangan nikel yang semakin mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat adat di wilayah tersebut.
Baca Juga: Soimah Bantu Tetangga Tuai Pujian, Rela Masak Langsung
Cinta Laura Beri Kritik Pedas Soal Tambang Nikel, Raja Ampat Surga Terakhir yang Terancam
Dalam pesannya, Cinta Laura memberikan kritikan pedas mengenai tambang nikel dengan menegaskan bahwa Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata, melainkan “salah satu surga terakhir dunia” yang merupakan anugerah Tuhan untuk Indonesia. Ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak ekologis dari aktivitas tambang nikel, termasuk deforestasi, pencemaran air, dan rusaknya terumbu karang.
“Perusahaan-perusahaan tambang merobek hutan, mencemari air, dan mencekik terumbu karang. Semua demi nikel untuk menggerakkan mobil listrik,” ujar Cinta dalam video tersebut.
Dampak Sosial yang Masyarakat Adat Rasakan
Tak hanya lingkungan, masyarakat lokal juga menjadi korban dari aktivitas tambang. Dalam videonya, Cinta Laura beri kritik pedas soal tambang nikel dengan mempertanyakan nilai “kemajuan” yang kerap jadi alasan bagi pihak tertentu untuk membenarkan eksploitasi alam.
“Katanya ini kemajuan. Tapi kemajuan untuk siapa? Coba tanya mama-mama di Papua yang sekarang kesulitan cari air bersih untuk mandiin anaknya. Coba tanya nelayan yang pulang dengan jaring kosong,” ucapnya tajam.
Menurut Cinta, masyarakat Papua hidup dengan kearifan lokal yang menghormati tanah, hutan, dan laut. Namun, kini mereka dapat paksaan untuk melepaskan hubungan sakral itu demi kepentingan segelintir pihak yang serakah.
Kegagalan Nurani dan Justifikasi Keliru
Cinta menekankan bahwa masalah ini bukan sekadar persoalan regulasi atau kebijakan, melainkan kegagalan hati nurani. Ia mengangkat konsep “moral disengagement” atau pelepasan tanggung jawab moral yang dilakukan oleh para pelaku eksploitasi.
“Dari sana, keserakahan tumbuh pelan-pelan, sembunyi di balik rapat-rapat ber-AC, dibungkus jargon patriotisme,” katanya.
Baca Juga: Afgan Tuntaskan Ibadah Haji, Resmi Menyandang Gelar “Pak Haji”
Ia juga menyesalkan berbagai justifikasi yang kerap digunakan, seperti mengklaim kerusakan hanya terjadi di sebagian kecil wilayah atau bahwa negara lain juga melakukan hal yang sama. Menurutnya, pembenaran semacam itu sangat berbahaya karena dapat menormalisasi kehancuran lingkungan.
Suara yang Tak Boleh Dibungkam
Dalam video itu, Cinta Laura beri kritik pedas soal tambang nikel sambil mempertanyakan mengapa pihak-pihak berwenang sering membungkam suara masyarakat adat. Ia menyoroti bahwa pemerintah atau perusahaan tambang sering memberikan izin tanpa memperoleh persetujuan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), padahal prinsip tersebut mendapat pengakuan dalam hukum internasional.
“Tanah dan laut bukan barang dagangan. Mereka adalah saudara yang harus dijaga,” tegasnya.
Ia mengajak publik untuk bersuara dan tidak tinggal diam melihat kehancuran yang terjadi. Menurutnya, diam sama saja dengan membiarkan generasi mendatang mewarisi bumi yang rusak.
Respon Publik dan Tindakan Pemerintah
Video tersebut menuai pujian luas dari netizen. Tagar #SaveRajaAmpat kembali menggema sebagai bentuk solidaritas masyarakat terhadap alam Papua. Banyak pihak menilai keberanian Cinta sebagai bentuk kepedulian nyata dari figur publik yang memiliki pengaruh luas.
Tak lama setelah video itu viral, pemerintah akhirnya mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat. Meski begitu, perjuangan masih panjang karena masih ada perusahaan tambang aktif yang beroperasi di wilayah sensitif tersebut.
Baca Juga: Ernest Prakasa Hapus Akun X Usai Kritik Hadiah Jam Rolex Timnas
Cinta Laura beri kritik pedas soal tambang nikel tidak hanya sebagai ekspresi keprihatinan pribadi, melainkan sebagai ajakan kolektif untuk bertindak. Ia mengingatkan bahwa melindungi lingkungan bukan hanya tugas aktivis, tapi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Ketika kekayaan alam kita korbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang kita pertaruhkan adalah masa depan bangsa itu sendiri. (R10/HR-Online)