tirto.id - Pedagang, juru parkir (jukir), dan petugas kebersihan di tempat khusus parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) menyimpan kecemasan tiap berangkat kerja. Pasalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menyampaikan bahwa bangunan tempat mereka mencari nafkah akan segera dibongkar.
Pembongkaran TKP ABA adalah bagian dari rangkaian “pembersihan” Sumbu Filosofi yang masuk daftar warisan budaya sebagai Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks oleh UNESCO.
Sebagai informasi, Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks, atau Sumbu Filosofi Yogyakarta dan penanda bersejarahnya, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, pada pertemuan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/WHC) UNESCO ke-45 pada Senin (18/9/2023) di Riyadh, Arab Saudi.
Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan sumbu imajiner yang terbentang sepanjang 6 kilometer (km) dari utara ke selatan. Sumbu filosofis ini meliputi Kompleks Keraton Yogyakarta, sejumlah bangunan bersejarah, dan monumen yang menjadi simbol pertukaran antara sistem kepercayaan dan nilai.
Terkait status baru ini, hingga sekarang, belum ada kejelasan soal lokasi relokasi terhadap 250 pedagang, 71 jukir, dan 25 petugas kebersihan yang sampai saat ini masih mengais rezeki di ABA. Padahal, sebagian dari mereka merupakan tulang punggung keluarga.
Sugeng Wahyudi salah satunya. Pria kelahiran Yogyakarta, 19 Agustus 1952 ini merupakan salah satu jukir yang bernaung hidup dengan mengumpulkan rupiah di parkiran ABA yang mulai dibangun pada 2015 silam.
“Ndak ada [mata pencaharian selain jukir di ABA], cuma ini tok,” sebut Sugeng diwawancarai Tirto di TKP ABA pada Kamis (17/4/2025).
Pria 72 tahun ini masih bersemangat mengayuh sepeda tiap berangkat kerja. Sebab dia ingat, di pundaknya ada keluarga yang harus dia nafkahi. Punya empat orang anak, Sugeng bersyukur, tiga orang anaknya sudah lulus sekolah dan telah hidup mandiri. Sementara si bungsu masih duduk di bangku SMK.
Sugeng mengakui, pendapatan sebagai jukir di ABA tidak tentu. Dia panen rezeki, saat musim liburan. Namun, saat hari normal, pendapatannya hanya sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per hari. “Itu saja, sehari kerja, sehari tidak,” bebernya.
Sistem kerja satu hari masuk satu hari libur, ternyata diterapkan sebagai bentuk berbagi dan tenggang rasa sesama jukir. Saat TKP ABA sepi, tidak memungkinkan jika semua jukir siaga. Penghasilan yang minim, tentu akan semakin kecil jika harus dibagi 71 orang. Oleh sebab itu, jukir dibagi dalam dua kelompok yang beroperasi bergantian.
Selain sebagai satu-satunya mata pencaharian, Sugeng bertahan sebagai jukir TKP ABA karena bentuk kecintaannya pada Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk Malioboro sebagai jantung pariwisata kota ini.
“Pengunjung itu pikirnya untuk rekreasi, ya Malioboro. Kalau parkir jauh dari itu, takutnya wisatawan malah males ke Malioboro karena nggak ada parkiran lagi,” tandasnya.
Tirto juga mencoba mewawancarai beberapa pedagang di TKP ABA. Mereka memilih bungkam, mengaku takut. Meski spanduk di pagar pelindung lantai dua dan tiga TKP ABA terbentang lebar. “Tolak penggusuran Parkiran ABA,” tertulis pada salah satu spanduk. “Berikan solusi bukan asal relokasi,” tertulis pada spanduk lainnya. “Tolak pembokaran parkiran Abu Bakar Ali,” juga tampak pada salah satu spanduk.
Keberadaan TKP ABA dirasakan manfaatnya oleh Suryana. Penyedia jasa perjalanan ini mengaku TKP ABA berada di pusat pariwisata DIY, yaitu Malioboro, sehingga memudahkan dan menguntungkan pihaknya.
“Tapi bagaimana pun aturannya, kami akan mengikuti otonomi daerah,” sebut pria asal Jawa Barat itu.
Siap Direlokasi Asal Tempatnya Jelas
Doni Ruliyanto, pengelola TKP ABA, membeberkan bahwa pihaknya telah dikunjungi oleh Dinas Perhubungan (Dishub) DIY. Pertemuan itu mengerucut pada dua poin. Pertama, memperpanjang operasional TKP ABA sampai 28 April 2025. Sebab, semula, parkiran ini akan ditutup pada 14 April 2025.
Kedua, kata Doni, Dishub DIY mewakili Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY menyatakan sedang berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk mencari solusi terhadap warga terdampak.
Doni Ruliyanto diwawancarai di kantor pengelola TKP ABA, pada Kamis (17/4/2024). tirto.id/Siti Fatimah
Doni, mewakili warga, mengaku siap berpartisipasi dengan penataan yang sedang dilakukan pemerintah. Tapi pria 44 tahun ini menegaskan, harus ada lokasi relokasi yang jelas bagi mereka. “Kami punya keluarga, anak dan istri, ke depan masih butuh melanjutkan kehidupan. Jika memang tempat itu belum dipersiapkan, belum ada kejelasan, ya kami berharap dengan warga masih bisa mencari nafkah di ABA,” lontarnya.
Doni turut mengungkap ada jukir yang saat ini tidak dapat beroperasi. Jukir tersebut biasa dipanggil Pak Pendek. Ketakutan akan kehilangan mata pencaharian telah menghantui Pak Pendek, sampai akhirnya ia mengalami stroke.
“Saya bukan untuk mendramatisasi. Tapi memang faktanya seperti itu. Sekarang beliau sakit dan tidak bisa bekerja,” sebutnya.
Doni mengatakan, apa yang menimpa Pak Pendek jangan sampai dirasakan oleh warga TKP ABA yang lain. Oleh sebab itu, dia berharap segera ada kejelasan tempat relokasi bagi warganya. “Seperti penataan di PKL Malioboro, tempat disiapkan dulu baru berbondong-bondong untuk ke tempat relokasi baru. Tapi kami ini, kok kesannya seperti tidak ada tepatnya,” ujarnya.
Tempat parkir khusus (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) dipasang spanduk penolakan penolakan relokasi, pada Kamis (17/4/2024). Tirto.id/Siti Fatimah
Doni pun sempat ditawari solusi sementara. Tapi, ketika dia meminta ketegasan jangka waktu ‘sementara’, justru ia tidak mendapat gambaran jelas.
“Nggak jelas semua ini [proses relokasi]. Sampai seperti ini bentuk kami, penolakan ini, karena bentuknya tidak jelas. Kalau seumpama bentuknya jelas, untuk penataan Sumbu Filosofi, kami siap dukung. Tapi permintaan kami, kalau memang mau relokasi persiapkan dulu tempatnya. Kami suka rela pun,” tukasnya.
“Nggak usah pake ribut. Saya menjadi jaminan. Saya yang akan sampaikan ke warga. Kami dukung penataan, tempat ini kalau sudah tersedia tempat untuk kita semua,” imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Kepala UPT Balai Pengelolaan Terminal dan Perparkiran Dishub DIY Agnes Dhiany Indria Sari juga belum memberikan informasi terhadap lokasi relokasi TKP ABA. Padahal, Dishub DIY hanya memberikan perpanjangan waktu operasional ABA sampai 28 April mendatang. “Untuk rencana relokasi sedang dalam pembahasan,” sebutnya dihubungi Tirto, pada Jumat (18/4/2025).
DLHK DIY Sudah Buat Perencanaan RTH di TKP ABA
Meskipun lokasi bakal relokasi TKP ABA belum jelas, perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) terus bergulir. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo, mengonfirmasi bahwa TKP ABA akan dijadikan RTH.
“Kami di DLHK masih identifikasi awal di sekitaran Sumbu Filosofi untuk RTH mana yang potensi. Salah satu yang potensi di ABA,” ujarnya pada Tirto di Embung Imogiri II pada Minggu (20/4/2025).
Kusno bilang, rencana penambahan RTH gayung bersambut dengan rencana pembongkaran TKP ABA seiring penetapan Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. “Tentu kami memulihkan kawasan ekologi di perkotaan. Karena di perkotaan, untuk RTH masih kurang,” ujarnya.
DLHK DIY bahkan telah menyusun detail engineering design (DED) RTH yang akan menggantikan parkiran ABA yang memiliki luas sekitar 7.000 meter persegi. Rencananya, RTH akan dibagi jadi tiga zona, yang antara lain meliputi zona publik, sosial, dan alam.
“Ini baru kami usulkan untuk penganggaran perubahan Dana Keistimewaan (Danais) 2025,” sebutnya.
Kusno menargetkan, DED rampung bulan Mei 2025. Tapi, dia enggan menyebut estimasi yang dianggarkan untuk DED tersebut. “Kami butuh waktu untuk pengadaan dan untuk menyelesaikan DED,” sebutnya.
Baca juga artikel terkait RELOKASI atau tulisan lainnya
tirto.id - News
Kontributor: Siti Fatimah
Editor: Farida Susanty