Kekejaman Kempetai di Garut pada Masa Penjajahan

2 weeks ago 36

Kekejaman kempetai di Garut terkenal sangat brutal selama Perang Dunia II. Di Jepang, setiap personel Kempetai selalu menerima penghormatan sangat tinggi dari tentara. Bagi warga sipil, ketika melihat Kempetai, tanpa memandang sejauh mana jaraknya, mereka akan berlutut dan membungkukkan tubuh hingga Kempetai tersebut melintas lantas menghilang dari pandangan.

Baca Juga: Kendang Penca Pangandaran, Seni Pertunjukan Bela Diri Khas Jawa Barat

Penggambaran ini terekam dalam memori seorang prajurit Australia yang terlibat dalam perang antara tahun 1942-1945. Ia mendekam di kamp tawanan milik Jepang. Hal ini seperti yang ada pada kutipan buku Raymond Lamont-Brown berjudul ‘Kempetai: Japan’s Dreaded Military Police’.

Menilik Kekejaman Kempetai di Garut

Walaupun penggambaran itu mungkin tampak dilebih-lebihkan, tetapi setidaknya mencerminkan Kempetai atau polisi militer Jepang ditakuti oleh prajurit maupun masyarakat sipil. Nama ini identik dengan kekerasan, kebrutalan dan kekejaman. Mirip dengan citra Gestapo (Geheimstaatspolizei), kepolisian rahasia Jerman Nazi.

Asal-Usul Kempetai

Kempetai hadir sebagai korps elite dari Dewan Negara Meiji di tanggal 4 Januari 1881. Korps ini awalnya terdiri dari 349 anggota dan memiliki tugas utama mendisiplinkan para perwira serta mereka yang menolak kewajiban militer. Akan tetapi, dalam praktiknya, mereka tidak hanya berfungsi sebagai polisi untuk angkatan bersenjata, tetapi juga mengawasi dan mengendalikan masyarakat sipil. Ini merupakan kekejaman kempetai di Garut, termasuk untuk para petani yang protes terhadap undang-undang wajib militer, sehingga memungkinkan rekrutmen pemuda dari pekerjaan mereka di pertanian.

Berubah Menjadi Cabang Dai Nippon

Seiring waktu, Kempetai tumbuh menjadi bagian dari Angkatan Darat Kekaisaran Jepang Dai Nippon Teikoku Rikugun. Dalam keadaan damai, mereka bertanggung jawab kepada Naimusho atau Departemen Dalam Negeri. Kemudian di situasi perang, Kempetai langsung berada di bawah komando panglima militer setempat dan juga berkolaborasi dengan administrator sipil di daerah tersebut. Untuk melaksanakan tugasnya, Kempetai bekerja sebagai agen intelijen dan kontra-spionase.

Gambaran Penyiksaan

Karena Angkatan Darat Jepang telah memiliki korps intelijen tersendiri (Joho-kikan), Kempetai lebih sering bekerja sama dengan dinas rahasia khusus atau Tokomu Kikan. Salah satu kekejaman kempetai di Garut dan pencapaian besar mereka dalam operasi kontra-spionase adalah menangkap mata-mata legendaris Soviet, Dr. Richard Sorge. Setiap individu yang Kempetai tangkap otomatis mereka anggap bersalah.

Proses interogasinya mereka lakukan dengan penuh kerahasiaan dan melibatkan penyiksaan untuk memperoleh pengakuan. Salah satu metode penyiksaan yang umum mereka gunakan adalah dengan menggantung tahanan, mengikat jari-jari tengah mereka atau pergelangan tangan ke gantungan. Jari kaki mereka akan Kempetai biarkan sedikit menyentuh lantai.

Kekejaman kempetai di Garut lainnya termasuk membakar tubuh menggunakan logam panas, mencabut kuku dan sebagainya. Meskipun kekejaman yang Kempetai lakukan sering disebut seperti Gestapo Nazi, namun terdapat perbedaan di antara keduanya. Berkaitan dengan ideologi, meskipun militer Jepang mengakui prinsip-prinsip Nazi serta teknik yang Gestapo gunakan, mereka tidak mengadopsi ideologi tersebut.

Baca Juga: Masjid Agung Baing Yusuf, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Purwakarta

Tidak Memiliki Satuan Pembasmi Layaknya Gestapo

Selain itu, dalam praktiknya, Kempetai tidak memiliki unit-unit penghancur serupa Gestapo dengan Einsatzgruppen. Kempetai juga tidak memiliki sosok seperti Heinrich Himmler dimana menjadikan Gestapo kekuatannya untuk menyingkirkan individu-individu yang tidak mereka inginkan. Baik karena politik, rasial, homoseksualitas dan lainnya demi mencapai tujuan “ras murni yang terdiri dari manusia super”.

Bagi Kempetai, fokus utama mereka mencakup individu atau kelompok yang dicurigai tengah menghadapi sekaligus menolak ideologi Hakko Ichiu. Artinya, “Seluruh Dunia di Bawah Satu Kekuasaan”. Istilah ini Jepang gunakan untuk merujuk pada area yang mereka kuasai.

Dalam konteks peran mereka sebagai penguasa kamp tawanan di Asia Tenggara, fungsi Kempetai sebanding dengan Waffen SS yang Nazi miliki. Khususnya Divisi Totenkopfverbande yang terkenal sebagai Death’s Head Divisions. Selain itu, anggota Kempetai tidak hanya menunjukkan disiplin tinggi, tetapi juga memiliki semangat fanatik baik dalam hal ras maupun politik.

Ini merupakan hal yang biasa bagi seorang perwira Kempetai untuk menjalankan beberapa peran sekaligus. Seperti penyidik polisi, jaksa, hakim, juri, bahkan algojo. Maka dari itu, kekejaman Kempetai di Garut menjadi yang cukup brutal karena dieksekusi oleh mereka sendiri.

Penderitaan Masyarakat Garut

Baca Juga: Klenteng Hok Lay Kiong Bekasi, Bangunan Tua Berumur 300 Tahun

Terhadap semua tuduhan yang Kempetai ajukan, harapan untuk mendapatkan keringanan hukuman atau bantuan hukum sama sekali tidak ada. Pada tahun 1944, saat masa pemerintahan Jepang di Garut, masyarakat setempat mengalami penderitaan fisik dan mental. Mengapa? Itu karena harta benda mereka dirampas dan sulit memenuhi kebutuhan dasar, seperti pakaian dan makanan. Belum lagi adanya kekejaman Kempetai di Garut, mereka tidak segan untuk menindas siapapun yang melawan. Bahkan melakukan penyiksaan di luar batas kemanusiaan dan menghukum mati tanpa ragu. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |