harapanrakyat.com,- Puluhan pedagang di Pasar Panineungan, Desa Purwajaya, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, tak kuasa menahan kesedihan saat menerima keputusan Pemerintah Desa Purwajaya yang memerintahkan pengosongan lahan pasar. Lahan yang telah lama menjadi tumpuan nafkah mereka itu, akan digunakan untuk pembangunan gedung Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Baca Juga: Harga Sejumlah Komoditas Pangan di Pasar Tradisional Ciamis Naik, DKUKMP Ungkap Penyebabnya
Bagi para pedagang, keputusan tersebut terasa sangat berat dan menyakitkan. Selain pemberitahuan yang mendadak, memaksa mereka untuk mengosongkan serta membongkar sendiri bangunan kios yang selama bertahun-tahun menjadi sumber penghidupan dan tempat pemasaran produk UMKM.
Bahkan, para pedagang mengaku tidak mendapatkan keadilan sampai tidak menerima kompensasi materiil sedikitpun.
Pemberitahuan Mendadak, Pedagang Pasar Panineungan Mengaku Tertekan
Lia, salah satu pedagang sekaligus pelaku UMKM, mengungkapkan kekecewaannya terkait proses pembongkaran kiosnya yang terkesan mendadak. Ia menuturkan, bahwa para pedagang hanya diberi tenggat waktu yang sangat minim, untuk memindahkan barang dagangan dan membongkar bangunan permanen yang telah lama mereka tempati.
“Sungguh mengecewakan. Hari Selasa saya menerima undangan, dan Rabu kami berkumpul di aula kantor desa. Pertemuan itu dihadiri oleh pendamping KDMP, perwakilan Kodim, Polsek, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Camat, serta beberapa lembaga lain,” tuturnya, Sabtu (22/11/2025).
Saat pertemuan tersebut, Lia mengaku mendapat banyak tekanan untuk segera mengosongkan kios dalam waktu singkat. Bahkan tidak ada sedikitpun pembelaan maupun solusi konkret.
Menurut Lia, pedagang Pasar Panineungan hanya diberi waktu empat hari untuk memindahkan barang serta membongkar kios. Karena pada Senin berikutnya, material pembangunan gedung KDMP akan datang dan pembongkaran bangunan akan dimulai.
“Karena kami tidak bisa berbuat banyak, akhirnya saya dan pedagang lain hanya bisa pasrah. Kami memindahkan barang-barang dagangan dan membongkar sendiri semua bagian bangunan yang masih bisa dimanfaatkan,” imbuhnya.
Dukung Program KDMP, Namun Kecewa pada Proses
Lia menegaskan, bahwa dirinya tidak menolak pembangunan KDMP. Namun ia menyayangkan proses penggusurannya yang terbilang cepat dan tidak ada toleransi.
“KDMP itu program nasional, kami mendukung. Tapi apakah pelaksanaannya harus mengorbankan rakyat kecil yang sedang berusaha? Produk UMKM saya menyerap tenaga kerja. Ada 10 kios permanen di sini, sekarang semua pemiliknya selain mengalami kerugian materi, juga kehilangan pekerjaan,” ungkapnya.
Lia menambahkan bahwa kios yang ia tempati berdiri di atas tanah desa, tetapi keberadaan pasar tersebut sudah berjalan sangat lama dan bahkan mengalami peralihan kepemilikan. Para pedagang Pasar Panineungan juga rutin membayar retribusi sebesar Rp10.000 per bulan, termasuk iuran pada hari besar nasional.
“Kami selalu bayar retribusi. Setiap bulan ada petugas yang memungut. Tapi kenapa sekarang kami harus diusir begitu saja? Padahal tempat ini sumber nafkah kami,” keluhnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa kios miliknya merupakan hasil pembelian dari pedagang sebelumnya, yang mengaku membeli kios tersebut dari kepala desa yang saat ini menjabat.
Senada dengan Lia, pedagang Pasar Panineungan lain, Nani Suryani, menyatakan kekecewaan atas proses penggusuran.
Nani sebenarnya tidak mempermasalahkan penggusuran tersebut, namun harus ada keadilan dan aspek kemanusiaan. “Minimal ada ganti rugi atau relokasi, agar kami sebagai pedagang bisa terus berusaha,” kata Nani.
Ia menambahkan, bahwa kios-kios tersebut dibangun atas inisiatif dan biaya para pedagang, sementara desa hanya memiliki lahannya. “Jika prosesnya seperti ini, jelas kami merasa sangat dirugikan. Bangunan dibongkar, dan kami tidak bisa berjualan lagi,” katanya menambahkan.
Pasar Bersejarah Sejak 1965
Sementara itu, Ketua RT 07/09 lokasi keberadaan pasar Panineungan, Hasim menjelaskan, bahwa pasar yang berlokasi di Dusun Panineungan tersebut sudah berdiri sejak tahun 1965. Bahkan, pasar tersebut lebih tua dari Pasar Ciawitali Purwadadi, dan sempat menjadi pusat transaksi jual beli utama bagi warga sekitar.
“Kios-kios ini dulunya dibangun oleh warga yang berinisiatif berjualan (masar) di sini. Setahu saya, dulu Pemerintah Desa Purwajaya tidak memiliki anggaran untuk mendirikan kios. Terjadilah kesepakatan saling percaya antara Pemdes dengan para pedagang, yang akhirnya membangun kios mereka masing-masing. Sayangnya, dulu tidak ada Memorandum of Understanding (MOU) atau perjanjian tertulis. Kan kalau dulu mah ijab saling percaya dan saling menguntungkan,” jelas Hasim.
Sedangkan terkait penggusuran para pedagang di Pasar Panineungan, Hasim menilai pemerintah desa terlalu mendadak tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu.
“Tidak ada surat peringatan. Hari Selasa diberi undangan, Rabu rapat dengan tidak mendengar keluhan dari para pedagang, lalu diberi waktu 4 hari untuk mengosongkan kios. Ini sangat keterlaluan. Pemerintah harusnya melihat nasib orang kecil yang menggantungkan hidupnya di pasar ini,” ucapnya.
Baca Juga: Harga Bawang Merah di Kawali Ciamis Naik, Akibat Pembatasan Truk ODOL?
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Ciamis, Endang Cahyadi, mengaku tidak mempermasalahkan jika pasar tradisional tersebut dibongkar dan dijadikan gedung KDMP. Namun, ia menyayangkan lemahnya sosialisasi dan singkatnya waktu yang diberikan kepada para pedagang atau pemilik kios di Pasar Panineungan tersebut.
“Saya orang sini, jadi tahu persis lokasi pasar itu sangat strategis. Cocok untuk KDMP. Tapi pedagang juga harus diperhatikan. Sosialisasi seharusnya dilakukan lebih dulu, dan waktu pengosongan jangan hanya empat hari. Wajar para pedagang Pasar Panineungan kaget, apalagi tanpa ganti rugi,” katanya.
Hingga berita ini tayang, Kepala Desa Purwajaya, Sanen, belum memberikan jawaban atas upaya konfirmasi yang disampaikan melalui pesan WhatsApp pribadinya. (Suherman/R5/HR-Online/Editor: Adi Karyanto)

4 days ago
18

















































