Kisah Sayyidina Husein, Cucu Nabi yang Dipenggal

1 day ago 12
Web Info Hot Siang Tepat Terbaru

Tahukah Anda bahwa salah satu cucu Nabi Muhammad SAW mengalami kejadian tragis? Cucu Nabi yang dipenggal tersebut adalah Husein bin Ali. Ia tidak mendapatkan kain kafan yang biasanya Malaikat Jibril bawakan. Mengapa demikian? Hal ini karena Husein wafat sebagai syahid di medan perang. Ingin tahu lebih lanjut tentang kisahnya? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Kisah Burung Pipit dan Nabi Ibrahim, Simbol Keteguhan Iman

Husein, Cucu Nabi yang Dipenggal Kepalanya di Medan Perang

Ada sebuah riwayat yang menyebutkan tentang kain kafan dari surga yang Malaikat Jibril bawakan untuk Rasulullah SAW dan orang-orang tersayangnya. Siapa saja mereka? Istri pertama Rasulullah SAW, Khadijah RA; putrinya, Fatimah Az-Zahra; menantunya, Ali bin Abi Thalib; serta cucunya, Hasan bin Ali.

Namun, Husein bin Ali, saudara Hasan, tidak mendapatkan kain kafan tersebut. Husein adalah putra dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Ia mengalami berbagai ujian berat dalam hidupnya. Satu per satu orang yang ia cintai berpulang ke rahmatullah. 

Kakeknya, Rasulullah SAW, wafat karena sakit. Ibunya, Fatimah Az-Zahra, meninggal akibat penyakit yang ia derita. Ayahnya, Ali bin Abi Thalib, dibunuh ketika sedang melaksanakan sholat subuh. Sementara itu, kakaknya, Hasan bin Ali, wafat sebagai syuhada.

Kisah Mula

Sebelum terjadinya tragedi pembunuhan terhadap cucu Nabi yang dipenngal, Sayyidina Husein harus menghadapi berbagai ujian berat dengan penuh kesabaran.

Ketika Yazid bin Mu’awiyah menjadi seorang khalifah, Sayyidina Husein menolak kepemimpinannya. Penolakan ini juga datang dari banyak kaum Muslimin. Mengapa? 

Karena Yazid terkenal sebagai pemimpin yang korup, gemar minum khamr, dan lebih mementingkan kesenangannya sendiri. Ia menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang tidak pantas, termasuk bermain dengan kera dan anjing-anjingnya.

Namun, Yazid bisa mendapatkan kekuasaan itu berkat warisan dari ayahnya, Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Hal ini bertentangan dengan prinsip yang menjadi ajaran Rasulullah SAW.

Di Kota Makkah, Sayyidina Husein menerima banyak surat dari penduduk Kufah. Dalam surat-surat tersebut, mereka menyatakan dukungan kepadanya, meminta agar ia datang ke Kufah, serta mengharapkan kepemimpinannya sebagai khalifah.

Saat itu, Sayyidina Husein berada di Madinah dan tidak pernah bersumpah setia kepada Yazid karena mengetahui keburukan perilakunya. Akhirnya, Sayyidina Husein mengutus sepupunya, Muslim bin Aqil, ke Kufah sebagai wakilnya. Ia meminta Muslim bin Aqil untuk tinggal bersama salah satu pendukung setia di Kufah, yaitu Al-Mukhtar.

Kedatangan Muslim bin Aqil menarik perhatian rakyat Kufah. Banyak orang berkumpul di sekitar rumah Al-Mukhtar dengan tujuan bertemu utusan Sayyidina Husein. Mereka menyatakan kesediaan untuk menegakkan pemerintahan yang berlandaskan nilai-nilai ilahi. Namun, semua janji dan dukungan itu ternyata hanya kepalsuan belaka.

Pengkhianatan Orang Kufah

Sebelum tragedi yang menimpa Sayyidina Husein yakni cucu Nabi yang dipenggal, sebagaimana tertera dalam buku Sejarah Agung Hasan dan Husain karya Ukasyah Habibu Ahmad, ia tetap melanjutkan perjalanannya menuju Kufah.

Setibanya di Bathnur Rummah, Sayyidina Husein menulis surat kepada penduduk Kufah untuk memberitahukan bahwa ia telah sampai di dekat kota mereka. 

Ia kemudian mengutus Qais bin Mashar as-Saidawi sebagai pembawa pesan. Namun, di tengah perjalanan, Qais ditangkap oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad dan akhirnya dibunuh.

Baca Juga: Kisah Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad SAW dan Peranannya dalam Islam

Meskipun demikian, Sayyidina Husein tetap melanjutkan perjalanannya hingga tiba di Zarud. Saat hendak berangkat dari wilayah tersebut, ia menerima kabar duka bahwa Muslim bin Aqil dan Hani’ bin Urwah telah dibunuh. 

Ia juga mendapatkan informasi tentang penduduk Kufah yang telah melakukan pengkhianatan. Padahal mereka sebelumnya menyatakan dukungan kepadanya.

Menyadari pengkhianatan penduduk Kufah, Sayyidina Husein awalnya memutuskan untuk kembali. Namun, sebagaimana tercatat dalam Al-Akhbar ath-Thiwal, Bani Aqil, keluarga Muslim bin Aqil, menyatakan,

“Bagi kami, tidak ada gunanya hidup setelah Muslim bin Aqil terbunuh. Kami tidak akan kembali sampai kami mati.”

Mendengar hal itu, Sayyidina Husein berkata,

“Lantas, apa gunanya aku hidup setelah mereka mati?”

Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Ia juga memberi kebebasan kepada para pengikutnya untuk kembali atau tetap bersamanya.

Ketika tiba di Zubalah, rombongannya bertemu dengan Umar bin Sa’ad dan Ibnul Asy’ats, yang membawa surat dari Muslim bin Aqil. Surat tersebut berisi kabar bahwa penduduk Kufah telah berbalik arah dan tidak lagi peduli dengan Husein.

Meski demikian, Sayyidina Husein tetap melanjutkan perjalanannya hingga tiba di Karbala. Di sana, rombongannya mendapat hadangan dari pasukan Ubaidullah bin Ziyad atas perintah Khalifah Yazid bin Mu’awiyah. 

Maka, terjadilah tragedi yang seharusnya tidak terjadi. Peristiwa memilukan yang menjadi salah satu sejarah kelam dalam Islam.

Perang

Peperangan yang terjadi di Karbala sangat tidak seimbang. Pasukan Ubaidullah bin Ziyad, yang berjumlah antara 4.000 hingga 10.000 orang, berhadapan dengan rombongan kecil Sayyidina Husein yang hanya berjumlah 72 orang.

Dalam pertempuran yang tragis itu, seorang prajurit bernama Syamr bin Dziljausyan akhirnya memenggal kepala Sayyidina Husein. Peristiwa inilah yang menjadi kisah memilukan tentang cucu Nabi yang dipenggal kepalanya.

Imam Bukhari meriwayatkan penghinaan luar biasa yang terjadi setelahnya. Dari Anas bin Malik, ia menceritakan:

“Kepala Husein didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyad. Kepala itu diletakkan di sebuah bejana. Lalu, Ubaidullah bin Ziyad menusuknya dengan pedang sambil memberikan komentar tentang ketampanan Husein.”

Anas bin Malik juga menambahkan,

“Di antara Ahlul Bait, Husein adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAW.”

Baca Juga: Kisah Abi Thalib, Paman Nabi yang Jadi Pelindung dan Penopang Misi Dakwah Islam

Demikianlah kisah tragis Sayyidina Husein, cucu Nabi yang dipenggal kepalanya dalam peristiwa Karbala. Tragedi Karbala menjadi salah satu peristiwa paling menyedihkan dalam sejarah Islam, mengingatkan umat Muslim tentang pengorbanan dan keteguhan Sayyidina Husein dalam mempertahankan kebenaran. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |