Lanskap DAS di Jabar Rusak: Sungai Menyempit, Banjir Kian Parah

10 hours ago 10

tirto.id - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, tampak kaget saat mengetahui ada sejumlah bantaran sungai di Jawa Barat yang memiliki sertifikat hak milik. Beberapa dia temukan di daerah aliran sungai (DAS) Cibarusah, Cileungsi, dan Kali Bekasi. Padahal, Dedi berencana melakukan pembenahan seluruh sungai yang ada di Jabar sebagai langkah mitigasi bencana alam.

Seturut pemberitaan Antara, mantan Bupati Purwakarta itu menyebut bahwa alih fungsi lahan di bantaran sungai menjadi salah satu faktor utama terjadinya banjir di Jabar. Dedi menyebut banyak DAS yang kini berubah fungsi menjadi area permukiman dan perumahan.

Alih fungsi lahan itulah yang menyebabkan penyempitan dan pendangkalan sungai yang menjadi mula banjir di Jabar.

Merespons hal tersebut, Dedi mengatakan bahwa daerah bantaran sungai di Jabar akan diklaim oleh negara. Hal itu merupakan hasil rapat bersama Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang membahas soal pengaturan tanah di daerah aliran sungai.

Rapat tersebut juga dihadiri 27 bupati dan wali kota Jabar. Dalam rapat yang digelar di Kompleks Kantor Wali Kota Depok itu, Dedi berkomitmen akan melakukan sinkronisasi dalam penyusunan rencana tata ruang yang sehat seturut hasil pengukuran tanah di sempadan sungai di Jabar.

Fungsi sungai, kata Dedi, akan dikembalikan sebagaimana mestinya—dalam arti badan sungai diperlebar kembali sehingga kapasitas tampung airnya menjadi normal.

"Ini adalah solusi yang diberikan oleh menteri kebanggaan kita untuk masyarakat Jawa Barat. Pemprov akan membiayai pengukuran seluruh DAS agar Jawa Barat terbebas dari banjir," kata Dedi di Depok, di kutip dari Antara, Rabu (12/3/2025).

Dedi juga menyebutkan bahwa Kementerian ATR/BPN juga berkomitmen menerbitkan sertifikat sempadan sungai yang nanti akan dipegang Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Tujuannya agar tidak ada lagi perorangan atau perusahaan yang mengeklaimnya.

"[Sehingga] nanti normalisasi dan pelebaran sungai tidak akan terhambat oleh terbitnya sertifikat atau kepemilikan yang dikuasai perorangan atau perusahaan," ucap Dedi.

Sementara itu, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa tanah di sempadan sungai akan ditetapkan menjadi tanah milik negara jika belum diterbitkan sertifikatnya. Pengelolannya nanti akan dilakukan oleh BBWS setempat.

"Untuk tanah yang ada di dalam garis sempadan sungai itu, kami tetapkan menjadi tanah negara dan akan dimiliki oleh Balai Besar Sungai. Nanti, kami akan terbitkan sertifikat untuk Balai Besar Sungai. Supaya, ke depan, masyarakat tidak akan melakukan klaim sepihak membangun maupun mempunyai sertifikat di sepanjang bibir sungai untuk menjaga ekosistem sungai," tutur Nusron.

Bantaran Kali Bekasi Dipenuhi Permukiman

Belum lama ini, seturut pemberitaan iNews, Dedi memang secara khusus meminta petugas Balai Besar Wilayah Citarum Cisadane (BBWCC) dan Dinas Sumber Daya Air Jabar segera menyelesaikan proyek normalisasi Kali Bekasi.

Tak tanggung-tanggung, Dedi meminta petugas menambah jumlah alat berat hingga 40 unit agar proses normalisasi segera rampung. Menurut Dedi, upaya normalisasi sungai yang dilakukan oleh Pemprov Jabar terkendala oleh bangunan-bangunan pribadi maupun milik perusahan yang memiliki sertifikat hak milik.

Dengan menggunakan Google Earth dan Google Maps, Tirto menelusuri DAS Kali Bekasi yang ditinjau oleh Dedi Mulyadi.

Kali Bekasi adalah sungai besar yang melintasi Kota Bekasi. Luas DAS Kali Bekasi sekitar 1.410 kilometer persegi. Bagian hulu hingga tengah DAS Kali Bekasi meliputi sebagian area di Kabupaten Bogor. Lalu, bagian tengahnya melewati sebagian Kota Bekasi. Juga, bagian tengah hingga hilirnya melewati sebagian besar Kabupaten Bekasi.

Aliran Kali Bekasi bersumber pada tempuran dua sungai di bagian selatan kota Bekasi, yaitu Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi. Kedua sungai itu berhulu di wilayah Pegunungan Jonggol.

Perubahan lanskap di sekitar bantaran Sungai Bekasi terekam oleh satelit Google Earth. Pada 2001, daerah sekitar Sungai Cikeas masih dikelilingi dataran hijau serta minim permukiman warga.

Pada 2014 hingga 2018, dataran hijau tersebut mulai tergerus perluasan area permukiman. Kemudian, pada 2024, mulai berdiri sejumlah pabrik serta bangunan lain di dataran tersebut.

Hal serupa juga terjadi pada lanskap sekitar Sungai Cileungsi yang terhubung dengan Kali Bekasi. Pada 2003, bantaran Sungai Cileungsi dan Kali Bekasi masih banyak terdapat dataran hijau, meski permukiman warga juga sudah tampak banyak.

Pada 2010 hingga 2024, tampak dataran hijau sebagian besar menghilang dan digantikan dengan banyaknya pabrik besar serta bangunan-bangunan lain yang cukup padat.

Tirto juga mendapati bahwa sepanjang DAS Kali Bekasi telah dipenuhi permukiman penduduk. Permukiman yang terpantau berada cukup dekat bantaran Kali Bekasi adalah Pondok Gede Permai dan Perumahan Villa Jatirasa.

Perumahan Pondok Gede Permai sendiri beralamat di Jalan Al-Badriyah, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Sementara itu, Perumahan Villa Jatirasa beralamat di Jalan Kakatua, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.

Kedua perumahan itu merupakan titik di Kota Bekasi yang terdampak banjir paling parah di Kota Bekasi. Saat banjir melanda, ketinggian airnya mencapai 3 meter.

Newsplus Polemik Sertifikat Sungai di Jabar 1(Foto Udara Perumahan Pondok Gede Permai via Google Earth)

Newsplus Polemik Sertifikat Sungai di Jabar 2(Foto Udara Perumahan Villa Jatirasa via Google Earth)

Perumahan lain yang terlacak berada di bantaran Kali Bekasi adalah Perumahan Jaka Kencana. Perumahan yang berlokasi di Jalan Raya Pekayon, Kelurahan Jaka Setia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, itu juga terdampak banjir setinggi 3 meter, seperti yang dilaporkan Antara, Rabu (5/3/2025).

Newsplus Polemik Sertifikat Sungai di Jabar 3(Foto Udara Perumahan Jaka Kencana via Google Earth)

Selanjutnya, Kompleks Depnaker yang beralamat di Kecamatan Jakasetia, Kota Bekasi, juga terpantau kamera udara berada tak jauh dari bantaran sungai. Kompleks ini juga menjadi salah satu titik yang terdampak banjir pada awal bulan ini. Seturut unggahan Instagram @lbh_jakarta, ketinggian airnya dilaporkan sekira sepinggang orang dewasa.

Newsplus Polemik Sertifikat Sungai di Jabar 4(Foto Udara Komplek Depnaker via Google Earth)

Lalu, Perumahan Kemang IFI Graha yang berlokasi di Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, juga terpantau berlokasi tak jauh dari bantaran sungai. Perumahan ini merupakan salah satu perumahan paling parah yang terdampak banjir awal bulan ini.

Kompas.com melaporkan bahwa ketinggian air di perumahan ini pada Selasa (4/3/2025) mencapai 3,5 meter.

Newsplus Polemik Sertifikat Sungai di Jabar 5(Foto Udara Kemang IFI Graha via Google Earth)

Tirto juga menemukan perkampungan padat penduduk di Jalan Agus Salim, Bekasi Timur, yang hanya berjarak beberapa meter dari Kali Bekasi. Seturut pantauan akun Instagram @infobekasi Perkampungan ini juga menjadi salah satu titik lokasi banjir beberapa waktu lalu.

Alih Fungsi Lahan DAS

Greenpeace Indonesia sepakat bahwa perubahan bentang alam yang drastis di DAS Kali Bekasi memang menjadi salah satu penyebab parahnya banjir di Kota Bekasi.

Data Kementerian Kehutanan, seperti yang dikutip Greenpeace Indonesia, menunjukkan bahwa area terbangun pada 2022 mencakup 42 persen dari total luas DAS Kali Bekasi. Area itu melalui daerah-daerah seperti Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi, dan Sentul, serta kediaman Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Kabupaten Bogor. Jumlah itu meningkat drastis dari 5,1 persen area terbangun pada 1990.

Senior Data Strategist Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi, menyebut bahwa perubahan fungsi lahan itu mengurangi kemampuan penyerapan air sehingga limpasan air ke sungai menjadi sangat besar melebihi kapasitasnya. Hal ini mengakibatkan sungai meluap ke daerah permukiman di Bekasi yang berada di lokasi yang lebih rendah.

“Kini, lahan hutan di wilayah DAS Kali Bekasi hanya tersisa sekitar 1.700 hektare atau kurang dari 2 persen luas wilayah DAS,” ujarnya, Kamis (6/3/2025).

Juru Kampanye Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia, Jeanny Sirait, mengatakan bahwa eksploitasi alam dan pembangunan yang serampangan di wilayah DAS Kali Bekasi seharusnya bisa dicegah.

Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya melakukan pembatasan izin terhadap aktivitas eksploitasi yang berdampak ke lingkungan di kawasan tersebut.

Sementara itu, Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa luas deforestasi atau kerusakan hutan alam di DAS Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane sudah mencapai 2300 hektare sepanjang 2017 sampai 2023. Itu setara dengan 850 kali luas lahan Gedung Sate di Bandung.

FWI menyebut bahwa kerusakan hutan akibat alih fungsi lahan di hulu DAS Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane mendorong meluapnya sungai sehingga menyebabkan banjir yang merendam sejumlah wilayah di Kawasan Puncak, kota-kota di Jakarta dan Bekasi.

Juru Kampanye FWI, Anggi Putra Prayoga, menjelaskan bahwa kawasan Jabodetabek butuh ekosistem hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat. Sayangnya, hutan tidak lagi dilihat sebagai fungsi, melainkan komoditas yang selalu dikalahkan untuk berbagai kepentingan.

Anggi menyoroti sisa hutan di ketiga DAS, yakni Ciliwung (14 persen), Kali Bekasi (4 persen), dan Cisadane (21 persen), yang angkanya berada di bawah rata-rata sesuai aturan hukum yang berlaku.

“Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK) memandatkan setidaknya 30 persen dari luas das merupakan kawasan hutan,” ujar Anggi Selasa (11/3/2025).


tirto.id - News

Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Fadrik Aziz Firdausi

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |