Sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar Sukabumi yang dulu pernah berjaya, kini tinggal tanah gersang dengan reruntuhan bagunana tua. Bekas pabrik ini berada di Cibunar, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.
Baca Juga: Sejarah Pangeran Papak dan Napak Tilas Dakwah Islam di Garut
Sekilas, bagunan sisa-sisa pabrik tampak membentang, seolah menggambarkan kepopuleran gedung ini di masa lampau. Namun sebagaimana melihat dari catatan sejarah Indonesia, di balik tampilan gedung yang terbengkalai, Pabrik Tekstil Tjiboenar tersebut pernah menorehkan sejarah pertekstilan besar pada masanya.
Jejak Sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar Sukabumi
Bagunan Pabrik Tekstil Tjiboenar berada di tengah sawah milik warga. Bagunan pabrik ini menyisakan tempok yang terlihat membentang, mirip jendela-jendela berukuran besar.
Pernah Menjadi Tujuan Tour Industri
Pabrik Tekstil Tjiboenar merupakan bisnis skala besar yang dibangun sekitar tahun 1935. Dahulu, pabrik ini memiliki mesin-mesin impor dari Jepang yang bernilai 15.000 Gulden (NLG). Bagunan pabrik tempo dulu begitu megah, menjadi tumpuan sekitar 1.000 orang pekerja.
Salah satu sosok berjasa yang turut membagun pabrik Tjiboenar adalah Tan Hiat Tin. Ia menjalin kerjasama dengan pabrik mesin di Jepang. Kerjasama ini bermaksud untuk menghemat biaya yang cukup signifikan daripada menggunakan mesin-mesin buatan Eropa.
Sayangnya, kerjasama yang terjalin justru membawa dampak negatif pada pabrik-pabrik tekstil milik pengusaha Belanda. Bahkan, beberapa media massa saat itu menyebutnya sebagai persaingan Jepang di Hindia Belanda.
Setahun kemudian, muncul kepemilikan baru atas nama Tan Tiong Gie dan Tjong Boen Hok. Keduanya bekerja di bawah manajemen Handel min fabriek Tjiboenar.
Kala itu, Boen tak hanya membuat satu pabrik saja. Namun, ia membuat tiga pabrik sekaligus di tempat yang berbeda. Di antara adalah Tjiboenar I di Kadudampit, Tjiboenar II di Kota Sukabumi, dan di Jakarta.
Ketenaran sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar di masa itu seringkali menjadi lokasi wisata industri yang cukup populer. Sebagai contoh, pabrik Tjiboenar pernah menjadi tujuan tur industri rombongan yang dipimpin oleh Van Huisvrouwen pada Mei dan November 1941.
Pemasok Seragam Tentara Jepang
Setelah pembangunan Pabrik Tekstil Tjiboenar, peta pertekstilan mulai berubah. Akhirnya, Sukabumi menjadi sentra yang mendukung kebutuhan tekstil dalam jumlah besar di Hindia Belanda.
Kedekatan Boen dengan industri Jepang mampu melindungi pabrik Tjiboenar saat Jepang mulai masuk. Bahkan, pemerintah Jepang pernah meminta Boen untuk memasok seragam tentara untuk negara sakura tersebut.
Kepopuleran pabrik Tjiboenar semakin besar hingga akhirnya Boen Hok Tjiong berhasil menjadi Ketua Tekstil Nusantara pada tahun 1943. Kala itu, Pabrik Tekstil Tjiboenar juga berhasil menjadi pusat tekstil secara nasional.
Baca Juga: Sejarah Kuda Kosong Cianjur, Pawai Penghormatan Para Leluhur Kota Santri
Sentimen Etnis dan Ideologi
Menjelang keruntuhan Belanda, muncul sentimen etnis dan ideologi di kalangan masyarakat. Kala itu, sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar tak luput dari sasaran, lantaran sang pemiliknya yang merupakan etnis Tionghoa.
Pada tahun 1940, dua pemuda Tionghoa dari staf Pabrik Tekstil Tjiboenar terlibat cekcok dengan sekelompok pemuda. Kabarnya, sentimen etnis pemuda setempat memang sudah ada karena tidak terserap sebagai pekerja di pabrik.
Percekcokan yang terjadi akhirnya berujung pada penganiayaan. Di mana seorang pemuda memukul wajah pekerja pabrik dengan batu hingga tulang tengkoraknya patah. Akhirnya, pelaku dijatuhi hukuman selama enam bulan penjara.
Sentimen etnis ini terus berlanjut ketika Jepang mulai masuk. Terlebih, kala itu Pabrik Tekstil Tjiboenar malah mendukung aksi penjajahan Jepang. Kendati demikian, konflik bisa diredam lantaran ketatnya penjagaan Jepang dan kebutuhan warga yang bergantung pada pabrik.
Runtuhnya Pabrik Tekstil Tjiboenar
Pada tahun 1974, muncul himbauan untuk membumihanguskan fasilitas yang ada agar tidak dipergunakan oleh pasukan Belanda. Akibatnya, banyak gedung pabrik, toko, dan gudang yang menjadi korban atas aksi tersebut.
Sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar pun menjadi salah satu sasarannya. Warga menuding pabrik sebagai simbol kolonialisme yang harus dihancurkan dan dibakar.
Kondisi tersebut menjadikan pabrik Tekstil Tjiboenar akhirnya runtuh. Mesin-mesin buatan Jepang yang canggih pada masanya hancur dilalap api. Bahkan, sebagian besar bagunannya pun sudah rata dengan tanah.
Pabrik Tekstil Tjiboenar yang pernah berjaya akhirnya berakhir. Saat itu, total kerugian yang harus ditanggung sebesar 20.000.000 NLG. Kondisi ini juga menghilangkan mata pencaharian pekerja dan warga setempat yang bergantung pada pabrik.
Baca Juga: Nieuwe Wijk Yogyakarta, Cikal Bakal Berdirinya Kawasan Kotabaru
Sejarah Pabrik Tekstil Tjiboenar Sukabumi cukup berjaya pada masanya. Selain menjadi tujuan wisata industri, pabrik ini juga sempat memasok bahan seragam tentara Jepang hingga berhasil menjadi pusat tekstil secara nasional. (R10/HR-Online)