Napak Tilas Pembangunan Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Bogor

4 days ago 19

Megah dan indah adalah dua kata yang cocok untuk memberikan gambaran visual dari Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. Tempat suci ini merupakan area ibadah umat Hindu yang berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Kini, Pura Parahyangan Agung tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja. Namun, area tersebut sudah menjelma sebagai destinasi menarik yang ramai wisatawan. 

Baca Juga: Menilik Sejarah Overloop Kelder Obelisk Bogor

Pembangunan Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Berdasar Wangsit Prabu Siliwangi

Seperti yang kita tahu, Bogor merupakan tempat bersejarah sekaligus saksi bisu penyebaran agama Hindu di wilayah Jawa Barat. Bukan argumentasi semata, hal ini semakin jelas dengan berbagai kisah mengenai kejayaan kerajaaan Hindu di kota tersebut. Salah satunya adalah kisah mengenai Kerajaan Pajajaran. 

Berbagai situs peninggalan sejarah pada masa kejayaan kerajaan ini masih bisa dijumpai. Pengunjung bisa mengamati berbagai peninggalan tersebut ketika berwisata ke Kota Bogor. Misalnya dengan berkunjung ke Pura Parahyangan Agung.

Awal Pembangunan Pura

Pura Parahyangan Agung berada di wilayah Taman Nasional Halimun Gunung Salak. Tempat ini merupakan pusat peribadatan umat Hindu terbesar di kawasan Bogor. Bangunannya sendiri berdiri di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. 

Awalnya, pembangunan Pura Parahyangan Agung merupakan bentuk penghormatan dari umat Hindu. Mereka membangun pura sebagai bentuk rasa terimakasih kepada Prabu Siliwangi, salah satu raja dari Kerajaan Hindu Pajajaran. Pembangunan pun berlangsung sejak tahun 1995 silam. Pura Parahyangan Agung Jagatkarta berdiri di atas lahan dengan luas kurang lebih 2.5 hektar. 

Baca Juga: Sejarah Ipik Gandamana, Bupati Bogor Pertama

Sebagai informasi, ada alasan khusus mengapa umat Hindu membangun pura di kawasan Taman nasional Halimun Gunung Salak. Pemilihan tempat tersebut sebenarnya mengacu pada beberapa kisah sejarah. Pihak pengelola meyakini bahwa kawasan tersebut adalah salah satu petilasan Prabu Siliwangi. 

Makna Penamaan Pura

Mangku Made Sutem, pemangku doa di Pura Parahyangan Agung menjelaskan makna penamaan area bersejarah tersebut. Ia menjelaskan bahwa “Parahyangan Agung” sama dengan pura, tapi memiliki arti yang lebih besar. Sementara “Jagat” berarti semesta. Terakhir, “Karta” yang berarti ada, lahir atau diadakan. 

“Karena ini pertama di Jawa Barat yang besar setelah Pura Besakih di Bali, maka disematkan nama ini. Itu juga berdasarkan keputusan para stakeholder zaman dulu,” terang Mangku Made Sutem. 

Pembangunan Pura Berdasarkan Wangsit Prabu Siliwangi

Pura Parahyangan Agung terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, bagunan inti Pura Parahyangan Agung berupa Candi Siliwangi. Pembangunan bermula pada tahun 1993, kemudian selesai dan resmi pada tahun 1995.

Sebenarnya, rencana pembangunan Pura Parahyangan Agung sudah ada sejak tahun 1980-an. Rencana pembangunan ini beriringan dengan munculnya wangsit dari Prabu Siliwangi. Namun, wangsit tersebut harus melewati masa pengujian selama 10 tahun. Baru setelah itu, Pura Parahyangan Agung Jagatkarta mulai dibangun di kawasan Gunung Salak. 

Menariknya, pembangunan Candi Siliwangi menyerupai Candi Cangkuang di wilayah Kabupaten Garut. Mangku Made Sutem menyebutkan bahwa bangunan ini adalah duplikasinya. 

5 tahun kemudian, berlangsung pembangunan padmasana atau candi dari batu dengan bentuk yang berbeda. Lebih tepatnya, pembangunan ini berlangsung pada tahun 2000. Bentuk candinya sendiri meniru model tradisi Bali. Setelah masa pembangunan, 5 tahun kemudian (2005) pura menjadi tempat suci yang disakralkan.

Wisatawan Bebas Berkunjung

Pura Parahyangan Agung Jagatkarta merupakan tempat sakral yang bebas dikunjungi. Tak hanya umat Hindu, seluruh umat beragama boleh datang ke tempat ini. Hal tersebut sesuai dengan wangsit Prabu Siliwangi. Mangku Made Sutem menyebutkan bahwa wangsit Prabu Siliwangi pernah berkata “Apapun agamanya, apapun sukunya trimalah di Pura Parahyangan Agung.”

Berdasarkan wangsit tersebut, tak heran jika banyak wisatawan yang berkunjung ke Pura Parahyangan Agung. Tak semata-mata untuk beribadah, mereka juga bisa mengagumi keindahan visual dari pura. Belum lagi, pura berada di kaki Gunung Salak sehingga memberikan panorama keindahan alam yang luar biasa. 

Baca Juga: Sejarah Situ Cikaret Bogor Beserta Mitos dan Daya Tariknya

Ketika berkunjung ke Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, ada beberapa aturan sakral yang perlu diperhatikan. Misalnya, wanita tidak dalam kondisi menstruasi demi menjaga kesucian area ibadah, tak membawa barang yang menimbulkan “keletehan” serta dilarang menaiki bangunan suci. Selain itu, tidak boleh duduk dan menaiki dua patung harimau ketika berkunjung ke Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |