Tradisi Pesta Dadung Kuningan, Warisan Budaya Sunda yang Unik

2 weeks ago 35

Jawa Barat memang populer dengan budaya Sunda yang kaya dan penuh makna. Setiap tradisi di wilayah ini selalu menawarkan daya tarik bagi masyarakat luas. Salah satunya adalah tradisi Pesta Dadung Kuningan yang masih lestari hingga kini.

Baca Juga: Asal Usul Berokan Indramayu, Kesenian yang Memunculkan ‘Monster Seram’

Menilik dari catatan sejarah Indonesia, tradisi ini bukan hanya perayaan biasa. Sebab, upacara adat ini mencerminkan rasa syukur masyarakat atas hasil bumi dan ternak. Nilai spiritual, kebersamaan dan warisan leluhur melekat dalam setiap prosesi Pesta Dadung.

Sejarah Tradisi Pesta Dadung Kuningan

Tradisi Pesta Dadung di Kuningan sudah ada sejak abad ke-18. Menurut catatan, masyarakat Desa Legokherang, Kecamatan Subang, mulai melaksanakan upacara ini sekitar tahun 1900-an. Pada mulanya, pesta dadung menjadi sarana pemujaan kepada Ratu Galuh. 

Sosok Ratu Galuh konon merupakan dewi pelindung hasil tani dan ternak. Dengan upacara tersebut, masyarakat berharap terhindar dari gagal panen dan kerugian. Hingga kini, tradisi tersebut selalu berjalan seiring dengan upacara seren taun. Sebab, keduanya merupakan simbol kuatnya ikatan masyarakat Sunda dengan alam dan leluhurnya.

Makna Kata “Dadung”

Kata dadung berarti tambang atau tali pengikat leher hewan ternak. Bagi masyarakat Sunda, tali itu bukan sekadar alat menggembala. Benda ini diyakini membawa semangat dan perlindungan bagi para penggembala.

Dalam tradisi Pesta Dadung Kuningan, tali ini mendapat perlakuan secara khusus. Ada dadung sepuh, yaitu tali warisan masa lampau yang dianggap sakral. Selain itu, ada pula dadung penggembala yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.

Makna simbolis dadung ini erat kaitannya dengan doa agar hewan ternak selalu sehat. Para “budak angon” atau penggembala pun percaya akan menerima kekuatan untuk bekerja.

Baca Juga: Kendang Penca Pangandaran, Seni Pertunjukan Bela Diri Khas Jawa Barat

Persiapan Upacara Pesta Dadung

Sebelum memulai upacara, tokoh adat akan mengumpulkan berbagai jenis dadung. Mereka menempatkan tali tersebut ke dalam sebuah kotak besar berwarna hitam. Selain itu, mereka menyiapkan sesajen berupa rurujakan dan parawanten.

Beriringan dengan tabuhan gamelan, sesepuh menyalakan kemenyan. Para tokoh adat membacakan mantra-mantra sakral sebagai pengantar. Ritual ini menandakan awal mulainya prosesi tradisi Pesta Dadung Kuningan.

Suasana sakral begitu terasa. Bunyi gamelan berpadu dengan doa-doa yang dipanjatkan, menciptakan suasana mistis namun sarat akan makna.

Mantra dalam Pesta Dadung

Dalam prosesi ini, terdapat mantra khusus yang bernama mantra dadung. Mantra tersebut berisi permohonan ampun, keselamatan, dan berkah bagi masyarakat desa. Bait-bait doa biasanya dilantunkan oleh sesepuh adat. 

Dengan cara ini, masyarakat percaya hasil panen akan melimpah. Hewan ternak pun terlindungi dari penyakit maupun musibah. Mantra ini juga menjadi pengikat spiritual antara manusia, alam dan Sang Pencipta. Pengaruh mantra inilah yang membuat masyarakat terus menghormati tradisi tersebut.

Prosesi Arak-arakan Dadung

Setelah menyelesaikan doa, para peserta mengarak tali dadung bersama simbol hama tanaman menuju Bukit Situ Hyang. Sepanjang perjalanan, para penabuh gamelan terus memainkan pelog atau salendro. Sesampainya di bukit, para penari melanjutkan ritual dengan tarian ronggeng.

Mereka kemudian membuang hama-hama yang dibawa sebagai simbol pembuangan segala gangguan. Masyarakat percaya bahwa proses ini dapat membersihkan lahan pertanian dari ancaman gagal panen. Selain sebagai ritual, tradisi ini juga menjadi hiburan rakyat yang mempererat kebersamaan warga.

Tarian dan Tayuban Hingga Pagi

Prosesi Pesta Dadung tidak berhenti di arak-arakan. Setelah itu, kepala desa dan perangkat desa menarik tali dadung dengan iringan lagu renggong buyut. Acara kemudian berlanjut dengan tayuban, sebuah pesta tari yang diikuti masyarakat. 

Para penggembala, pemuda hingga orang tua ikut menari bersama ronggeng. Menariknya, tarian ini bisa berlangsung hingga dini hari. Konon, pesta baru berakhir sekitar pukul 04.00 pagi.

Pesta Dadung sebagai Identitas Budaya

Tradisi Pesta Dadung Kuningan bukan hanya menjadi ritual syukur. Prosesi ini juga menjadi identitas budaya masyarakat Sunda di Kuningan. Tradisi ini mengajarkan nilai kebersamaan, rasa syukur dan penghormatan terhadap leluhur. 

Selain itu, pesta dadung juga menjadi bukti kuatnya hubungan manusia dengan alam. Kini pesta dadung telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Jawa Barat. Keputusan ini semakin mempertegas pentingnya pelestarian tradisi ini.

Pelestarian dan Daya Tarik Wisata

Sebagai warisan budaya, Pesta Dadung memiliki potensi wisata yang besar. Wisatawan bisa menyaksikan langsung keunikan prosesi adat, musik gamelan hingga tarian rakyat. Pemerintah daerah bersama masyarakat setempat terus berupaya melestarikannya. 

Dengan cara ini, generasi muda tetap mengenal tradisi nenek moyangnya. Bagi wisatawan, pesta dadung adalah pengalaman yang tak ternilai. Tradisi ini memperlihatkan keindahan kearifan lokal Jawa Barat yang penuh warna.

Baca Juga: Masjid Agung Baing Yusuf, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Purwakarta

Tradisi Pesta Dadung Kuningan adalah bukti nyata kekayaan budaya Sunda. Dari persiapan hingga prosesi tari, semuanya sarat makna spiritual dan kebersamaan. Keunikan tradisi Pesta Dadung di Kuningan tersebut menjadikannya layak untuk kita lestarikan dan perkenalkan ke dunia. Dengan menjaga warisan budaya ini, masyarakat Kuningan ikut menjaga identitas dan jati diri bangsa. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |