harapanrakyat.com,- Urunan Desa (Urdes) di Desa Jayaraksa, Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, menjadi salah satu sumber swadaya masyarakat dalam mendukung pembangunan desa.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Desa Jayaraksa Hj. Aan Kusmayati kepada HR Online Rabu (1/10/2025) di kantornya.
Menurut Aan, Urdes di Desa Jayaraksa sudah berjalan sesuai dengan hasil musyawarah yang tertuang dalam Peraturan Desa (Perdes). “Urdes di desa kami sudah diterapkan sejak lama dan manfaatnya sangat terasa. Dana yang terkumpul dikembalikan dalam bentuk pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Hj. Aan.
Ia menjelaskan, bahwa Desa Jayaraksa merupakan pemekaran dari Desa Beber dan tidak memiliki tanah kalungguhan atau tanah desa.
Selama ini, tanah untuk pembangunan fasilitas umum seperti kantor desa, masjid, GOR, dan lapangan olahraga dibeli menggunakan dana yang berasal dari Urdes.
“Jika tidak ada swadaya dari masyarakat, bagaimana kita bisa membeli tanah untuk pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut? Karena dana negara tidak bisa digunakan untuk membeli tanah. Oleh karena itu, masyarakat sepakat untuk mengumpulkan dana swadaya melalui Urdes,” ujarnya.
Peraturan Desa Jayaraksa Tentang Urdes
Ketua BPD Desa Jayaraksa, Andi Rukandi menambahkan, dasar pungutan Urdes di Desa Jayaraksa sesuai dengan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 3 Tahun 2014 tentang pungutan urunan desa.
Perdes ini mengacu pada berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Desa, Peraturan Daerah Ciamis Nomor 16 Tahun 2000 tentang Peraturan Desa, serta Perda Ciamis Nomor 17 Tahun 2000 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengelolaan, dan Pengawasannya.
“Dalam Perdes tersebut disebutkan, setiap wajib pajak PBB mesti membayar pungutan Urdes sebesar satu kali lipat dari nilai pajak PBB,” jelas Andi.
Selanjutnya, dana Urdes yang terkumpul digunakan untuk kebutuhan pembangunan di masyarakat, dengan pembagian 70 persen untuk Dusun dan 30 persen untuk Desa.
Tak Ada Masalah
Selama ini kata Andi, tidak ada permasalahan terkait Urdes di masyarakat, karena penggunaannya sudah sesuai dengan kesepakatan hasil musyawarah desa. ”Warga justru merasakan manfaatkannya untuk kegiatan-kegiataan swadaya yang sifatnya pembangunan,” katanya.
Adapun postingan dari wajib pajak bernama Heni, warga Bogor, yang mengeluhkan bahwa nilai Urdes lebih besar daripada nilai SPPT PBB, ternyata merupakan kesalahpahaman yang timbul akibat masalah internal dalam keluarga Heni.
Kakak Heni, yang bernama Yaya, meminta agar nilai Urdes di SPPT ditambahkan untuk keperluan operasional pengelolaan tanah. Karena selama ini Heni jarang memberikan uang untuk operasional tersebut. “Masalahnya sebenarnya ada di internal keluarga Bu Heni. Sesuai Perdes, Urdes memang satu kali lipat dari nilai PBB. Permintaan untuk menaikkan Urdes datang dari kakaknya, Yaya, yang menyebabkan kelalaian di pihak kolektor,” jelasnya.
Heni pun hingga saat ini belum melunasi SPPT PBB tahun 2025, berdasarkan laporan dari kolektor. Oleh karena itu, pihak BPD meminta agar Heni tidak membesar-besarkan masalah ini. Dan berharap permasalahan tersebut bisa diselesaikan bersama sang kakak, Yaya.
“Jadi Bu Heni dulu sempat tinggal di Desa Jayaraksa, lalu menikah dan menetap di Bogor. Setelah itu, ia membeli tanah di Desa Jayaraksa yang pengurusannya diambil alih oleh kakaknya,” pungkas Andi. (Jujang/Editor Jujang)