harapanrakyat.com,- Kematian seorang pelajar di salah satu SMA di Garut, Jawa Barat, yang sempat viral karena diduga akibat perundungan atau bullying beberapa waktu lalu ternyata tidak terbukti. Hasil investigasi Pemerintah Provinsi Jabar menyebutkan, bahwa penyebab kematian siswa tersebut bukan karena tindakan bullying.
Meski kebenaran sudah terungkap, citra sekolah beserta guru dan siswanya terlanjur tercoreng akibat asumsi publik yang berkembang. Menanggapi hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan pentingnya pemulihan nama baik lembaga pendidikan tersebut. Termasuk kondisi psikologis siswa, guru, serta Kepala SMA Negeri 6 Garut yang sempat dinonaktifkan oleh Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi.
Ketua KPAI Daerah Tasikmalaya yang juga membawahi Garut, Ato Rinanto, menegaskan bahwa pemulihan ini harus oleh semua pihak.
“Pemulihan nama baik tidak bisa dilakukan oleh satu sektor saja. Harus melibatkan banyak pihak, mulai dari guru, orang tua, hingga pemerintah,” ujar Ato Rinanto, Senin (25/8/2025).
Menurutnya, setelah kematian pelajar karena bullying di Garut tak terbukti, maka pemulihan nama baik sangat krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik dan membantah opini negatif yang terlanjur terbentuk. Ia menekankan, bahwa media memiliki peran strategis dalam membantu proses pemulihan citra sekolah. Sehingga informasi yang benar dapat tersampaikan ke masyarakat luas.
Selain itu, Ato juga mengingatkan perlunya pendampingan psikologis bagi para siswa. Konseling dinilai penting agar peserta didik dapat kembali merasa aman dan percaya diri setelah melewati tekanan opini publik.
“Peran media, masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan, agar opini yang salah bisa segera diluruskan,” tambahnya.
Dampak Asumsi Publik Pasca Viral Kematian Pelajar karena Bullying di Garut
Ato Rinanto menyoroti fenomena viralnisasi di era digital, di mana informasi dapat menyebar tanpa saringan dan pertanggungjawaban. Menurutnya, media sosial sering kali menjadi wadah penyebaran informasi tanpa verifikasi yang jelas, sehingga memicu kesalahpahaman di tengah masyarakat.
“Segala sesuatu yang viral itu sifatnya sesaat, namun dampaknya bisa panjang jika tidak segera diluruskan,” tegasnya.
Lanjutnya menambahkan, bahwa asumsi publik terhadap kasus kematian pelajar SMA di Garut karena bullying beberapa waktu lalu, sempat menimbulkan kontroversi. Bahkan, banyak pihak (netizen) seolah-olah memvonis bahwa kasus tersebut terjadi karena perundungan. Namun kenyataannya setelah adanya investigasi, kematian siswa tersebut karena faktor lain.
Ato juga mencontohkan kasus serupa di Tasikmalaya, ketika seorang kepala sekolah dinonaktifkan karena dugaan pungutan liar. Setelah terbukti tidak ada praktik pungli, kepala sekolah memang dikembalikan ke posisinya. Namun sayangnya, pemulihan nama baiknya tidak sebesar gempuran isu negatif saat tuduhan pertama kali muncul.
“Nah setelah tidak terbukti, kepala sekolahnya dikembalikan nama baiknya tidak viral. Tentu ini juga kan merugikan siswa,” ujarnya.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Temui Keluarga Siswa SMA yang Diduga Korban Bullying di Garut, Janji Usut Tuntas!
KPAI menilai, bahwa viralnya kasus kematian pelajar karena bullying di Garut dan kini tak terbukti harus segera ditangani, dengan langkah pemulihan yang komprehensif. Sebab menurutnya, informasi yang tidak utuh dan keputusan yang diambil terburu-buru, justru berpotensi menimbulkan tafsir negatif di masyarakat.
“Kami berharap segera dibentuk tim khusus yang melibatkan KPAI, psikolog, serta pihak terkait lainnya. Langkah cepat ini diperlukan agar sekolah, guru, dan siswa tidak terus menanggung beban psikis akibat stigma yang tidak benar,” pungkasnya. (Pikpik/R5/HR-Online/Editor: Adi Karyanto)