Perjalanan Kerajaan Sumedang Larang, Mulai Masa Kejayaan hingga Keruntuhannya

5 hours ago 7

Kerajaan Sumedang Larang merupakan satu dari banyaknya kerajaan di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan menarik untuk diulas. Dalam sejarahnya, kerajaan ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan budaya dan sejarah di Jawa Barat. Penasaran bagaimana masa kejayaan hingga keruntuhan Sumedang Larang? Simak pembahasannya sebagai berikut. 

Baca Juga: Mengulas Sejarah Kerajaan Saunggalah Kuningan yang Berasal dari Keturunan Galuh

Sejarah Panjang Perjalanan Kerajaan Sumedang Larang

Kerajaan Sumedang Larang merupakan salah satu kerajaan bersejarah di Jawa Barat yang memiliki akar dari pecahan Kerajaan Sunda-Galuh setelah runtuhnya Pajajaran. Menurut catatan dalam buku Huru-hara Majapahit dan Berdirinya Kerajaan Islam karya Muhlis Abdullah, kerajaan ini awalnya masih dipengaruhi oleh tradisi Hindu. Namun dalam perkembangannya juga memadukan unsur budaya Hindu-Buddha dengan kearifan lokal Sunda

Sumedang Larang bukan hanya berperan dalam bidang pemerintahan, tetapi juga menjadi pusat penting dalam perdagangan, seni, dan budaya pada masanya. Kerajaan ini didirikan oleh Prabu Aji Putih, seorang tokoh lokal yang masih memiliki garis keturunan dari raja Pajajaran, sehingga menjadikannya pewaris sah tradisi dan legitimasi kekuasaan Sunda setelah keruntuhan kerajaan induk.

Sumedang Larang merupakan sebuah kerajaan kecil dengan wilayah kekuasaan meliputi bagian utara di Kabupaten Sumedang. Kerajaan ini juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang. 

Sumedang Larang sendiri berdiri di lokasi strategis dengan dataran tinggi yang subur. Lingkup kerajaan dikelilingi oleh pegunungan dan sungai-sungai yang memudahkan aktivitas pertanian maupun perdagangan. 

Sejarah Sumedang Larang

Sumedang Larang berdiri pada tahun 721 M oleh Prabu Tajimalela, keturunan raja Wretikandayun dari Kerajaan Galuh. Sebelumnya, kerajaan ini terkenal dengan nama Himbar Buana. 

Sebagai informasi, Sumedang Larang berstatus sebagai bagian dari Kerajaan Sunda dan Galuh antara abad ke-8 hingga abad ke-16 M. Saat itu, ibukota Sumedang Larang berada di Citembong Girang, wilayah Desa Cikeusi, Darmaraja, Sumedang. 

Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan dua Kerajaan, yakni Sunda-Galuh yang bercorak Hindu. Kerajaan ini berdiri di bawah kekuasaan Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata. Pendirian kerajaannya sendiri berlangsung sebelum Keraton Galuh pindah ke Pajajaran, Bogor. 

Seiring dengan perubahan zaman, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Pertama, Kerajaan Tembong Agung dengan pimpinan Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. 

Kemudian pada masa Prabu Tajimalela, kerajaan berubah menjadi Himbar Buana. Penamaan tersebut memiliki arti menerangi alam. Di mana, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal Insun madangan” yang berarti “Aku dilahirkan, aku menerangi.”

Perkembangan Islam di Sumedang Larang

Pada masa pemerintahan Pangeran Santri tahun 1530-1578, agama islam mulai berkembang di Sumedang Larang. Selama masa pemerintahan tersebut, Sumedang Larang bekerjasama dengan Kesultanan Cirebon. 

Keberadaan Sumedang Larang sendiri memberikan pengaruh kuat dalam proses penyebaran agama Islam di kalangan orang Sunda. Proses islamisasinya dilakukan oleh Kesultanan Demak, di mana masyarakat yang sebelumnya menganut aliran Sunda Wiwitan lambat laun berkeyakinan menjadi islam. 

Masa Kejayaan Sumedang Larang

Sumedang larang memasuki masa kejayaan pada abad ke-16. Saat itu, kerajaan mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang termasuk pemerintahan, ekonomi, seni dan budaya. 

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Islam Demak dari Awal Berdiri hingga Kemundurannya

Pada masa kejayaannya, Sumedang Larang berhasil menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan tekstil. Kerajaan juga memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan kerajaan-kerajaan tetangga seperti Banten, Cirebon dan Mataram. 

Raja-Raja

Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang antara lain: Prabu Aji Putih, Prabu Tajimalela, Prabu Gajah Agung, Sunan Guling, Sunan Tuakan, Nyi Mas Ratu Patuakan, Ratu Pucuk Umun Prabu Geusan Ulun, dan Prabu Suriadiwangsa.

Masa Keruntuhan Sumedang Larang

Kerajaan Sumedang Larang hanya mengalami masa kejayaan yang relatif singkat. Selama masa pendiriannya, kerajaan terhimpit antara tiga kekuatan kerajaan Islam saat itu yakni Cirebon, Banten dan Mataram. Hal inilah yang akhirnya membawa Sumedang Larang berada di bawah pengaruh Kerajaan Mataram sekitar tahun 1620 M. 

Sebagai informasi, runtuhnya Kerajaan Sunda menjadikan bekas wilayahnya terbagi antara Kesultanan Banten di Barat dan Kesultanan Cirebon di timur. Pada masa itu, terjadi peristiwa Harisbaya, sehingga Sumedang Larang menyatakan diri sebagai negara berdaulat yang terlepas dari Cirebon. Hal ini terjadi pada tahun 1585 di bawah pemerintahan Prabu Geusan Ulun. 

Masa kejayaan Sumedang Larang sendiri hanya berlangsung sekitar 35 tahun. Terhimpitnya kerajaan, akhirnya sampai pada titik kemunduran.

Pada tahun 1620 M, Prabu Arya Suriadiwangsa akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Mataram. Akibatnya, status Sumedang Larang turun dari kerajaan menjadi Kabupaten di bawah Mataram. 

Peninggalan Sumedang Larang

Meskipun hanya mengalami masa kejayaan yang cukup singkat, peninggalan Sumedang Larang masih bisa ditemukan hingga saat ini. Salah satunya adalah Situs Batutulis, komplek pemakaman yang cukup terkenal. 

Kompleks tersebut merupakan pemakaman dari raja dan penguasa Sumedang Larang. Keberadaan Situs Batutulis sendiri menjadi bukti nyata terkait adanya Sumedang Larang pada masa lampau. 

Selain bukti peninggalan fisik, Sumedang Larang juga meninggalkan warisan budaya berharga. Meskipun sudah runtuh, warisan tersebut masih hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi. 

Baca Juga: Sejarah Sri Gading Anteg, Tokoh dengan Peran Besar di Tanah Tasikmalaya

Kepopuleran Kerajaan Sumedang Larang tidak menonjol seperti Demak, Mataram, Banten dan Cirebon. Meskipun begitu, Kerajaan Sumedang Larang tetap membuktikan sejarah kuatnya terhadap proses penyebaran agama Islam di Sunda. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |