harapanrakyat.com,- Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran kembali menggelar Rinneka Padjajaran, sebuah program seni dan budaya yang kini memasuki edisi ke-8 sejak pertama kali digelar pada November 2024 lalu.
Acara yang berlangsung di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) Fakultas Ilmu Budaya Unpad Jatinangor, Sumedang ini dihadiri oleh mahasiswa lintas program studi, Rabu (28/5/2025).
Dalam edisi kali ini, nuansa sejarah menjadi tema utama dengan menghadirkan pementasan teater bertajuk ‘Meester en Meevrouw’.
Baca Juga: Unpad dan Kemenkum Jabar Kolaborasi Perkuat Kekayaan Intelektual Nasional
Pementasan tersebut menggambarkan kegelisahan masyarakat Hindia Belanda saat peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang pada tahun 1942.
Program Rinneka Padjajaran merupakan bagian dari inisiatif universitas yang dikoordinasikan oleh rektorat. Namun pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada FIB.
Ketua Program Studi Ilmu Sejarah FIB Unpad, Miftahul Falah mengatakan, kegiatan ini menjadi ruang ekspresi budaya dan kreativitas bagi mahasiswa lintas program studi.
“Mahasiswa bisa menampilkan beragam jenis kesenian, seperti musik, teater, puisi, atau perpaduan semuanya. Ini membuktikan bahwa belajar budaya di FIB bukan hanya di kelas, tapi juga lewat aksi nyata di atas panggung,” terangnya.
Pementasan ‘Meester en Meevrouw’ tidak hanya menyoroti kisah sejarah, tetapi juga menjadi bentuk historiografi alternatif melalui seni teater.
Pertunjukan ini merupakan hasil kolaborasi antara tim Rinneka Padjajaran dan Teater Lampau Himpunan Mahasiswa Sejarah (Himse). Serta mendapat dukungan penuh dari dosen dan civitas akademika FIB Unpad.
“Ada kegelisahan-kegelisahan sosial, tentang masa depannya bagaimana aneka takbenda ratusan tahun menjajah, dalam jangka waktu secara singkat semuanya ditampilkan,” katanya.
Lebih dari sekadar pementasan, lanjut Miftahul, Rinneka Padjajaran diharapkan menjadi media promosi dan pembelajaran bahwa budaya tidak hanya dipelajari, tetapi juga dipraktikkan.
Rinneka Padjajaran Tampilkan Seni Buhun
Dalam beberapa edisi sebelumnya, Rinneka telah menampilkan kekayaan budaya Sunda, Tionghoa, hingga permainan rakyat seperti pecle dan pletokan.
“Kita coba ngaguar kembali memori budaya. Menampilkan seni-seni buhun serta menciptakan nuansa kearifan lokal. Tujuannya agar mahasiswa tak hanya memahami teori, tapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai budaya,” tambahnya.
Ia berharap Rinneka Padjajaran ke depan dapat menjangkau khalayak lebih luas melalui kolaborasi dengan mitra strategis dari luar kampus.
Karena pengembangan budaya tidak bisa dilakukan individu, melainkan perlu partisipasi aktif masyarakat dan komunitas.
Menurutnya, jika FIB bisa terus menjadi pusat kreativitas budaya, maka Unpad punya potensi kuat sebagai pusat rujukan budaya, khususnya budaya Sunda di Jawa Barat.
Rinneka Padjajaran tidak hanya menjadi ajang menampilkan kreasi seni, tetapi juga menanamkan nilai saling menghargai antar budaya.
Baca Juga: Wagub Jawa Barat: Lestarikan Warisan Budaya dan Kesenian
“Sebab dengan memahami sejarah dan budaya melalui seni, rasa hormat dan toleransi akan tumbuh lebih dalam di tengah masyarakat multikultural,” tukasnya.
Rineka Padjajaran juga diharapkan menjadi agenda rutin yang mendukung visi Unpad sebagai universitas yang tidak hanya unggul dalam pendidikan. Tapi berperan aktif pula dalam pelestarian budaya dan pengembangan riset kebudayaan.
“Harapan kedepannya tentu Rinneka ini akan lebih jauh berkembang, bisa jadi tidak hanya sebatas di kalangan internal. Saya punya harapan ada semacam kolaborasi dengan pihak-pihak mitra strategis tentunya. Karena pada dasarnya kalau bicara kebudayaan, pengembangan kebudayaan tidak ada masyarakat yang mampu mengembangkan kebudayaan,” tutupnya. (Aang/R3/HR-Online/Editor: Eva)