Sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten, Punya Peran Besar Bagi Berdirinya Banten

4 hours ago 6

Banten merupakan provinsi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Kawasan dengan luas wilayah sekitar 9.353 kilometer persegi ini, menyimpan berbagai catatan historis menarik. Di antara beragam kisah, terdapat sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten yang begitu melekat dalam ingatan masyarakat.

Baca Juga: Mengungkap Sejarah Pangeran Srindoyo, Sosok Alam Gaib yang Mengalami Proses Pengislaman di Cilacap

Bagaimana tidak, Nyimas Kawunganten bukan sekadar tokoh legenda. Lebih dari itu, sosoknya menjadi bagian penting bagi perkembangan Banten di masa lampau. Bahkan kemajuannya kini tak lepas dari setiap jasa-jasanya.

Menelusuri Lebih Jauh Tentang Sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten

Catatan sejarah menyebutkan bahwa Nyimas Kawunganten adalah putri dari Permadi Puti. Ia merupakan Raja Banten yang punya pengaruh kuat pada masanya.

Suatu hari, seorang penguasa dari kerajaan yakni Ratu Krawang, menghadap Sunan Gunung Jati untuk masuk Islam. Saat itu, Sunan Gunung Jati memang menggencarkan strategi menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon dan sekitarnya.

Bersamaan dengan keinginannya masuk Islam, Ratu Krawang membawa serta Nyimas Kawunganten. Menariknya, ketika pertama kali pertemuan, Sunan Gunung Jati langsung jatuh hati kepada putri raja tersebut.

Ratu Krawang pun menjelaskan mengenai identitas Nyimas Kawunganten yang tak lain adalah keturunan Raja Cangkuang. Kemudian ia memutuskan untuk melamarnya. Permintaan Sunan Gunung Jati tersebut langsung mendapat sambutan baik.

Pernikahan keduanya berlangsung secara sakral hingga menghadirkan dua buah hati. Mereka adalah Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingking (Hasanudin).

Peran Nyimas Kawunganten dalam Berdirinya Pemerintahan Banten

Sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten, sebagai istri Sunan Gunung Jati, tidak hanya populer berkat kecantikannya. Tetapi juga perannya yang besar dalam melahirkan tokoh penting bagi berdirinya pemerintahan Banten.

Putra keduanya, yakni Pangeran Sabakingking, atau lebih terkenal sebagai Sultan Maulana Hasanuddin, adalah tokoh pendiri Kesultanan Banten. Tepatnya pada tahun 1527 pasca berhasil merebut Banten Girang dari Pucuk Umun.

Di bawah kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin, Banten berkembang sangat pesat. Bahkan mampu menjadi kawasan maritim yang paling berpengaruh di Nusantara. Ia juga memindahkan pusat pemerintahan dari pelosok Banten Girang ke pesisir. Tujuannya tentu untuk memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera lewat Selat Sunda.

Sementara itu, di area teluk Banten, Sultan Maulana Hasanuddin membangun tiga basis pokok. Meliputi masjid sebagai pusat kegiatan sosial keagamaan, Kraton Surosowan kepentingan pemerintahan dan pelabuhan sentra ekonomi.

Tak hanya itu, putra Nyimas Kawunganten tersebut mampu membawa Banten menuju bandar besar. Khususnya sebagai penghubung pedagang Arab, India, dan Cina dengan negara-negara di kawasan Nusantara.

Baca Juga: Sejarah Kanjeng Sepuh Sidayu, Sosok Bupati dan Ulama yang Dicintai Rakyat Gresik

Keberaniannya Membuka Hutan untuk Pemukiman Masyarakat

Hal yang tak kalah menarik dari cerita sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten adalah keberaniannya. Bagaimana tidak, ia dikenang karena jasanya dalam membuka wilayah hutan Lebak Sungsang.

Daerah yang sebelumnya berupa hutan lebat tersebut kemudian berkembang menjadi wilayah pemukiman pemukiman. Saat ini, wilayahnya populer sebagai Kedokanbunder yang terletak di Kabupaten Indramayu.

Konon ada cerita unik di balik pergantian nama Lebak Sungsang ke Kedokanbunder. Tepatnya, ketika Nyimas Kawunganten selesai membuka lahan, Jio Phak seorang Putra Raja Campa datang untuk menguji kesaktiannya.

Tentu Nyimas menolak, sang raja tetap memaksa hingga terjadi pertarungan. Saat hampir kalah, Nyimas mendapat bantuan berupa senjata golok dari Ki Kuwu Sangkan. Ia pun menyabetkan golok ke tanah hingga membuat Jio Phak jatuh terduduk (Kedodok). Bekas jatuhnya sang raja membentuk bundaran tanah. Maka timbullah nama Kedokanbunder.

Makamnya Menjadi Tempat Wisata Sejarah dan Religi

Nyimas Ratu Ayu Kawunganten sendiri wafat meninggalkan sejarah yang begitu melekat. Pasca berpulang, ia dimakamkan di wilayah Kedokanbunder. Kawasan yang Nyimas buka dengan penuh perjuangan serta pengorbanan.

Menariknya, hingga kini, situs makamnya di Kedokanbunder, Indramayu menjadi tempat ziarah. Lokasinya hampir tak pernah sepi pengunjung. Sebagian besar pengunjung yang datang berasal dari luar Kabupaten Indramayu.

Baca Juga: Asal usul Arya Penangsang, Raja Demak Kelima yang Penuh dengan Dendam

Selain bangunan makamnya, terdapat juga sumur tua peninggalan Nyimas Kawunganten, yang terkenal dengan sebutan Sumur Gede. Dalam sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten, sejak dahulu kala air di sumurnya tak pernah surut. Sehingga tak heran jika banyak masyarakat percaya sumur tersebut sebagai penyelamat bagi warga ketika musim kemarau panjang. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |