Arti Ngabuburit dalam Bahasa Malaysia & Bedanya dengan Indonesia

12 hours ago 20

tirto.id - Ketika bulan Ramadhan tiba, masyarakat Indonesia tentu tidak asing dengan istilah "ngabuburit" yang merujuk kegiatan kumpul bersama menunggu waktu berbuka puasa. Menariknya, istilah "ngabuburit" juga dikenal di Malaysia, namun dengan makna yang sedikit berbeda. Lantas, apa arti "ngabuburit" dalam bahasa Malaysia dan apa bedanya dengan Indonesia?

Tradisi "ngabuburit" telah ada sejak era 1980-an, khususnya di kalangan pemuda di Bandung, Jawa Barat. Saat itu, acara musik bertajuk "ngabuburit" menjadi tren, di mana orang-orang berkumpul untuk menikmati musik bernuansa Islami sambil menunggu waktu berbuka.

Seiring waktu, istilah dan tradisi ini menyebar luas di Indonesia, menjadi bagian tak terpisahkan dari semarak Ramadan. "Ngabuburit" kini mencakup berbagai kegiatan, seperti jalan-jalan sore, berburu takjil, atau menghadiri acara keagamaan.

Apabila di Indonesia "ngabuburit" identik dengan kegiatan menunggu waktu berbuka puasa. Beda halnya dengan di Malaysia, yang tidak menggunakan istilah "ngabuburit" untuk merujuk kegiatan jelang berbuka. Namun, kata "ngabuburit" memiliki arti tersendiri dalam bahasa Malaysia.

Arti Ngabuburit di Indonesia

Di Indonesia, "ngabuburit" merujuk pada kegiatan yang dilakukan untuk menunggu waktu azan magrib menjelang berbuka puasa di bulan Ramadan. Istilah ini telah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang mendefinisikannya sebagai aktivitas menunggu azan magrib pada bulan Ramadhan. Secara umum, "ngabuburit" mencakup berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengisi waktu sore hari sebelum berbuka puasa.

Kegiatan "ngabuburit" sangat bervariasi, mulai dari aktivitas santai seperti jalan-jalan sore, berburu takjil di pasar Ramadhan, hingga kegiatan yang lebih bermanfaat seperti mengaji di masjid atau mendengarkan ceramah agama. Secara singkat, "ngabuburit" adalah tentang mengisi waktu dengan kegiatan positif sambil menantikan saat berbuka puasa. Oleh karena itu, tidak ada batasan khusus mengenai jenis kegiatan yang bisa dilakukan, asalkan kegiatan tersebut memberikan manfaat dan tidak melanggar nilai-nilai agama.

"Ngabuburit" bukan hanya sekadar kegiatan, tetapi juga telah menjadi tradisi yang mengakar di Indonesia. Tradisi ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kegembiraan dalam menyambut waktu berbuka puasa.

Arti dan Makna Ngabuburit di Malaysia

Di Indonesia, kata "ngabuburit" identik dengan kegiatan positif menunggu waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan. Namun, di Malaysia, kata ini memiliki konotasi yang sangat berbeda dan bahkan dianggap tabu. Alih-alih merujuk pada aktivitas sore hari yang menyenangkan, "ngabuburit" di Malaysia memiliki arti yang vulgar. Perbedaan makna yang sangat kontras ini tentu mengejutkan dan menunjukkan bagaimana sebuah kata bisa memiliki arti yang berbeda di negara yang berbeda.

Perbedaan makna "ngabuburit" antara Indonesia dan Malaysia kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan budaya dan bahasa. Meskipun bahasa Indonesia dan bahasa Melayu memiliki akar yang sama, keduanya telah berkembang secara terpisah dan menyerap pengaruh dari budaya yang berbeda. Di Malaysia, kata "burit" berarti "pantat", sehingga istilah yang mengandung kata dasar yang sama yaitu "ngabuburit" juga memiliki arti yang sama. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami konteks budaya dan bahasa sebelum menggunakan sebuah kata, terutama di negara yang berbeda.

Perbedaan makna "ngabuburit" ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan rasa tidak nyaman jika digunakan dalam percakapan antara orang Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu, penting bagi orang Indonesia untuk menghindari penggunaan kata "ngabuburit" saat berbicara dengan orang Malaysia. Sebaliknya, di Malaysia, istilah yang umum digunakan untuk merujuk pada kegiatan menunggu waktu berbuka puasa adalah "menunggu waktu berbuka" atau "menunggu azan magrib."

Asal-Usul Kata Ngabuburit

Istilah "ngabuburit" yang akrab di telinga saat Ramadhan ternyata berakar dari bahasa Sunda. Menurut Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), "ngabuburit" berasal dari kalimat "ngalantung ngadagoan burit," yang berarti bersantai sambil menunggu waktu sore.

Kamus Sunda-Indonesia terbitan Kemendikbud tahun 1985 juga mencatat "burit" sebagai "senja" dan "ngabuburit" sebagai "jalan-jalan menunggu waktu sore, biasanya pada bulan puasa." Secara etimologis, "ngabuburit" terdiri dari imbuhan "nga-" dan kata dasar "burit" yang berarti waktu menjelang magrib atau senja.

Meskipun belum ada catatan pasti kapan "ngabuburit" menjadi tradisi, kebiasaan ini diperkirakan sudah ada sejak 1980-an, khususnya di kalangan pemuda Bandung. Saat itu, acara musik "ngabuburit" menjadi tren, di mana orang-orang berkumpul menikmati musik bernuansa Islami sambil menunggu berbuka.

Tren ini kemudian menyebar luas, dan "ngabuburit" menjadi bagian dari semarak Ramadhan di Indonesia. Dalam jurnal "Kajian Tradisi Keagamaan Masyarakat Kota Bandung di Bulan Ramadhan Tahun 1990-2000," M. Fajar dkk, mencatat bahwa warga Bandung mengisi "ngabuburit" dengan berbagai kegiatan, seperti bermain di taman, berenang, atau menangkap ikan di sungai.

Secara bahasa, "ngabuburit" berarti melakukan kegiatan untuk menunggu waktu sore. Kata dasarnya, "burit," berarti sore hari, yaitu waktu antara setelah ashar hingga sebelum matahari terbenam. Imbuhan "nga-" dan pengulangan kata "burit" menjadi "ngabuburit" menunjukkan aktivitas yang dilakukan secara santai sambil menunggu waktu. "Ngabuburit" bukan sekadar mengisi waktu luang, tetapi juga menjadi momen untuk mempererat silaturahmi dan meningkatkan keimanan.

Seiring perkembangan zaman, "ngabuburit" tidak lagi terbatas pada permainan tradisional atau acara musik. Kegiatan "ngabuburit" kini semakin beragam, mulai dari berburu takjil, mengikuti kajian keagamaan, hingga menyiapkan hidangan berbuka. Media sosial juga berperan penting dalam mempopulerkan istilah "ngabuburit" di kalangan yang lebih luas. "Ngabuburit" telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman Ramadhan di Indonesia, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat.


tirto.id - Aktual dan Tren

Kontributor: Astam Mulyana
Penulis: Astam Mulyana
Editor: Balqis Fallahnda & Ibnu Azis

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |