Produksi Minyakita Bermasalah, Perlu Diurai dengan Ubah Regulasi

21 hours ago 13

tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri mengonfirmasi temuan tiga produsen minyak goreng kemasan rakyat (MGKR) yang mengurangi takaran Minyakita sehingga tidak sesuai dengan informasi yang tercantum di label kemasan. Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, mengatakan bahwa hasil pengukuran membuktikan Minyakita kemasan 1 liter hanya berisi 700-900 mililiter (ml) minyak.

Produsen Minyakita yang berlaku curang tersebut di antaranya adalah PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang beroperasi di Depok, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara (KTN) asal Kudus. Dua produsen itu memproduksi Minyakita ukuran 1 liter.

Kemudian, ada pula PT Tunas Agro Indolestari (TI) dari Tangerang yang memproduksi Minyakita ukuran 2 liter.

“Atas temuan dugaan ketidaksesuaian antara label kemasan dan isi tersebut, telah dilakukan langkah-langkah berupa penyitaan barang bukti, proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut,” ujar Helfi dalam keterangan resminya, dikutip Senin (10/3/2025).

Penyelidikan dan penyidikan lanjutan tersebut merupakan salah satu tindak lanjut dari temuan Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, saat melakukan inspeksi dadakan (sidak) ketersediaan sembako di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025).

Saat sidak, Amran menemukan adanya pelanggaran serius yang dilakukan oleh tiga produsen Minyakita. Para produsen tersebut menyunat takaran Minyakita dari yang seharusnya 1 liter menjadi hanya 750-800 ml.

“Ini merupakan pelanggaran serius. Minyakita yang seharusnya berisi 1 liter, ternyata hanya memiliki volume 750-800 mililiter,” beber Amran kepada awak media.

Selain tak sesuai takaran, Minyakita juga dijual dengan harga Rp18.000 per liter alias jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700/liter. Amran lantas meminta Bareskrim Polri yang juga menjadi salah satu anggota Satgas Pangan untuk memproses lebih lanjut temuan pelanggaran tersebut.

Jika terbukti melakukan pelanggaran, ia tak segan mencopot izin produksi Minyakita dan menutup tiga perusahaan tersebut.

“Kami minta diproses. Bila terbukti, [perusahaan] disegel, ditutup. Ini merugikan rakyat Indonesia, merugikan masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Kita tidak boleh membiarkan praktik semacam ini terus terjadi. Pemerintah berkomitmen untuk melindungi kepentingan masyarakat,” tegas Amran.

Pengungkapan kasus pengurangan takaran MinyaKitaPetugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat menyiapkan barang bukti minyak goreng kemasan merek MinyaKita saat konferensi pers kasus pengurangan takaran MinyaKita di Polda Jabar, Bandung, Jawa Barat, Senin (10/3/2025). Polda Jabar berhasil mengamankan sebanyak 2.520 botol kosong tanpa merek, 449 dus berisi 12 botol minyak goreng merek MinyaKita dan dua unit dispenser meja serta beberapa barang bukti lainnya dari seorang tersangka asal Kabupaten Subang atas kasus pengurangan takaran MinyaKita dari 1 liter menjadi 750 mililiter yang tidak sesuai dengan ketetapan SNI dan tidak memiliki izin edar. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.

Kecurangan takaran Minyakita tersebut juga terungkap dalam beberapa video warganet yang viral di media sosial. Merespons video tersebut, Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, mengatakan bahwa video tersebut merupakan video lama dan pihaknya memastikan Minyakita yang tidak sesuai takaran sudah lenyap dari pasaran.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Polri pun telah menindaklanjuti pelanggaran distribusi Minyakita yang dilakukan oleh beberapa produsen, salah satunya adalah PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) pada Januari lalu.

Berdasarkan hasil pengawasan Satgas Pangan, perusahaan asal Tangerang tersebut tetap memproduksi Minyakita, meski masa berlaku Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) telah habis. PT NNI juga memalsukan surat rekomendasi izin edar sehingga seolah-olah diterbitkan oleh Kemendag.

"Sudah ditindaklanjuti. Sebenarnya itu, si produsen itu juga pernah kita (datangi), yang dulu penumpukan barang itu. Jadi itu mungkin video lama, tapi sudah kami laporkan juga ke polisi," kata Budi, dikutip dari Antara.

Dari proses penyelidikan dan pengawasan, Polri menemukan sebanyak 7.800 botol Minyakita dan 275 dus Minyakita (satu dus berisi 12 botol minyak berukuran 1 liter). Atas pelanggaran itu, Kemendag mencabut izin usaha dan menyegel pabrik PT NNI untuk sementara waktu. Namun, jika pabrik tetap berproduksi, aparat penegak hukum (APH) akan menindak PT NNI sesuai peraturan yang berlaku.

Meski begitu, dalam Rapat Koordinasi Pengendali Inflasi 2025, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang, mengaku bakal menindak tegas produsen-produsen Minyakita yang curang seperti PT NNI.

Lalu, terkait temuan Mentan di Pasar Jaya Lenteng Agung, Moga mengaku telah melacak keberadaan pabrik yang diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

“Dan pada saat [temuan] Pak Mentan itu viral pada tanggal hari Sabtu, itu tanggal 7-nya. Sebetulnya tanggal 6-nya, kami sudah melakukan pengawasan, Pak. Dan kita sudah tracing, pabriknya di Depok dan pindah ke Karawang. Hari ini, teman-teman lagi tindaklanjuti,” ujar Moga, dikutip akun YouTube Kemendagri RI, Senin (10/3/2025).

Jika terbukti melakukan kecurangan, Kemendag bakal mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha kepada para produsen Minyakita tersebut. Kendati demikian, Moga mengaku belum bisa berbicara banyak untuk saat ini karena pihaknya masih mendalami temuan Mentan.

“Nanti dicabut pada akhirnya. Tapi, belum bisa bicara sekarang karena masih dalam proses [penyelidikan],” ujar dia saat ditemui awak media usai rapat.

Lokasi pengemasan minyak goreng tidak sesuai takaran Anggota polisi menunjukkan lokasi Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara yang menjadi tempat penANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/tom.

Mengapa Produsen Berani Curang?

Ulah PT AEGA, KTN, dan PT TI menyunat volume Minyakita diduga dilatarbelakangi oleh biaya produksi yang saat ini sudah melampaui HET. Harga bahan baku minyak goreng, yaitu crude palm oil (CPO), berada di rentang Rp15.000-Rp16.000 per kilogram (kg) selama 6 bulan terakhir.

Dengan angka konversi CPO ke minyak goreng sebesar 68,28 persen dan 1 liter setara 0,8 kg, untuk memproduksi Minyakita seharga Rp15.700 per liter, harga CPO seharusnya maksimal Rp13.400 per kg.

“Ini baru menghitung bahan baku CPO, belum memperhitungkan biaya mengolah, biaya distribusi, dan margin keuntungan usaha. Kalau ketiga komponen itu diperhitungkan, sudah barang tentu harga CPO harus lebih rendah lagi,” jelas ekonom dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, kepada Tirto, Senin (10/3/2025).

Artinya, dengan tingkat harga CPO saat ini dan keharusan produsen menjual ke Distributor 1 (D1), harga Minyakita seharusnya maksimal Rp13.500 per liter. Karena sudah pasti bakal merugi, produsen pun tak mau menjual Minyakita yang diproduksinya dengan harga berdasar hitungan tersebut.

“Pengusaha mana yang kuat jika terus merugi? Usaha mana yang sustain bila harus jual di bawah harga produksi,” imbuh Khudori.

Alhasil, produsen pun menjual Minyakita dengan takaran lebih rendah dari semestinya untuk mencapai nilai keekonomian. Jika tidak, mereka akan nekat menjual Minyakita di atas HET. Apalagi, sejak 14 Agustus 2024, HET Minyakita terus bertahan di level Rp15.700 per liter—setelah mengalami penyesuaian dari yang sebelumnya di harga Rp14.000 per liter.

“MinyaKita di level konsumen berada di atas HET sebenarnya bukan hal baru. Harga nangkring di atas HET setidaknya sudah terjadi sejak pertengahan 2023. Jadi, harga di atas HET sudah cukup lama,” kata Khudori.

Adanya dua fenomena ini membuat anggota Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP) tersebut menyarankan pemerintah melakukan koreksi kebijakan. Sebab, kebijakan yang ada saat ini sangat tidak menguntungkan produsen.

Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat, pemerintah berniat memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melalui skema wajib pasok pasar domestik (domestic market obligation/DMO).

Pemenuhan DMO merupakan syarat bagi eksportir CPO untuk mendapatkan izin ekspor dari pemerintah dengan rasio tertentu sesuai dinamika pasar.

Padahal, salah satu kelemahan skema DMO adalah ia tidak bisa mengakomodasi fluktuasi harga CPO. Sehingga, ketika harga CPO naik atau turun, harga Minyakita tetap stagnan. Padahal, harga Minyakita seharusnya elastis, menyesuaikan naik dan turunnya harga CPO.

Polisi ungkap kasus produksi Minyakita palsu di Kabupaten BogorBupati Bogor Rudy Susmanto (kanan) dan Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro (kiri) menyaksikan tersangka kasus pemalsuan minyak goreng, TRM melakukan pengemasan minyak goreng dengan merek dagang Minyakita palsu di tempat produksinya di Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/3/2025). Polres Bogor mengungkap tempat produksi minyak goreng dengan merek dagang MinyaKita palsu dan menjadi lokasi untuk mengumpulkan minyak goreng curah yang dikemas dengan kemasan menyerupai produk bermerek MinyaKita lalu dijual seharga Rp15.600 kepada distributor di wilayah Jabodetabek. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/tom.

“Sebaliknya, ketika harga CPO turun, harga MinyaKita di konsumen tidak otomatis turun. Jika pun terjadi penurunan, biasanya amat lambat. Selain itu, beleid ini juga potensial menghambat ekspor dan menurunkan penerimaan negara,” ujar Khudori.

Tanpa perubahan kebijakan, dia khawatir produsen Minyakita akan terus melakukan kecurangan. Pada akhirnya, hal itu akan membuat salah satu ekosistem Minyakita runtuh. Padahal, pengelola kebun sawit, produsen Minyakita, pedagang, dan konsumen adalah satu mata rantai tak terputus.

“Kalau ada salah satu yang harus keluar karena ekosistem tidak memungkinkan usaha berlanjut, mata rantai produksi bakal terganggu. Ke depan, pemerintah perlu membuat kebijakan yang tidak mendistorsi harga,” tuturnya.

Menurut Khudori, subsidi Minyakita untuk kelompok miskin atau rentan dan UMKM sebaiknya dilakukan dengan transfer tunai. Satu syarat bisa ditambahkan, yakni uang itu hanya bisa digunakan untuk membeli Minyakita, tidak bisa dicairkan atau digunakan membeli barang lain.

“Cara ini tidak mendistorsi harga, selain juga lebih tepat sasaran. Atau kebijakan lain yang ramah pasar,” sambung Khudori.

Sementara itu, ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Eliza Mardian, menilai bahwa permainan mengurangi takaran Minyakita itu kemungkinan melibatkan berbagai pihak sehingga bisa lolos dan tidak ketahuan.

Dalam hal ini, kecurangan terjadi karena kurangnya pengawasan pemerintah dalam produksi dan distribusi Minyakita. Saat ini, memang sudah ada aplikasi Simirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah) yang diperuntukkan bagi para pengecer minyak goreng curah. Sayangnya, sistem ini belum cukup mampu mengontrol distribusi Minyakita.

Meski Simirah didesain untuk melacak produksi dan distribusi, tapi ia memiliki keterbatasan dalam hal evaluasi praktik di level produsen dan pengecer. Dus, pemerintah harus tetap mengadakan audit rutin terhadap para produsen, baik itu oleh Kemendag maupun Satgas Pangan.

“Itu tugasnya pemerintah mengawasi semua produsen Minyakita karena pemerintah sudah memutuskan ingin maklon minyak dari para produsen. Tentu, di balik konsekuensi maklon dari berbagai produsen, sudah harus didesain sistem monitoring dan evaluasinya agar semua sesuai dengan standar dan masyarakat tidak dirugikan,” jelas Eliza saat dihubungi Tirto, Senin (10/3/2025).

Pada saat yang sama, verifikasi kualitas dan kuantitas produk Minyakita juga perlu dilakukan secara transparan. Lebih penting, pemerintah seharusnya dapat menindak tegas para produsen yang berani menyunat volume Minyakita.

Meski begitu, pengusutan secara tuntas juga harus dilakukan untuk melihat siapa saja yang terlibat dalam kecurangan. Sehingga, penindakan kecurangan Minyakita ini tak cuma mengambinghitamkan produsen saja.

“Jangan sampai hanya sebatas penindakan di level produsennya, tapi juga ke pihak-pihak lain yang juga menikmati hasil dari kecurangan tersebut. Karena, ini pastinya saling terkait. [Hukum] pidana karena sudah merugikan masyarakat. [Pencabutan] izin saja tidak cukup. Ini tidak akan memberikan efek jera,” tegas Eliza.


tirto.id - News

Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |